Teman pembaca bisa langsung praktik dalam setiap artikel analisis Fundamental, dengan mengikuti langkah-langkah berikut:
- Masuk ke website www.idx.co.id
- Pilih perusahaan tercatat lalu klik Laporan Keuangan atau Laporan Tahunan
- Masukan kode perusahaan, tahun dan periode
- Klik tombol cari dan open pdf
Untuk artikel kali ini penulis ingin menganalisa 2 perusahaan yaitu Astra Graphia (ASGR) dan Metrodata Electronic (MTDL) menggunakan Laporan Keuangan Tahunan 2016.
Untuk teman pembaca yang ingin membaca artikel ini, sebaiknya baca dulu artikel saya sebelumnya:
Dalam artikel ini saya hanya akan membahas tentang 1 rasio, yaitu Price to Book Value Ratio (PBV).
Sebelum pembahasan PBV, saya ingin teman-teman mengerti Book Value. Book Value atau Nilai buku adalah nilai yang dinyatakan dari sebuah aset perusahaan dikurangi utang perusahaan (disebut juga ekuitas).
Apabila teman-teman banyak membaca laporan yang ditulis oleh Warren Buffett dan buku Benjamin Graham, pasti sering mendengar pembahasan mengenai PBV. Rasio ini digunakan untuk menganalisa apakah sebuah perusahaan under value atau over value. Rasio PBV yang semakin kecil berarti saham tersebut semakin murah dan begitupun sebaliknya.
PBV digunakan dengan cara membandingkan harga perusahaan saat ini dengan nilai ekuitasnya (Book Value). Jika PBV memiliki rasio 0,5, maka ketika kita membeli sebuah perusahaan dengan harga 100.000 Rupiah kita mendapatkan book value sebesar 200.000 Rupiah. Sehingga bisa dikatakan saham tersebut under value. Perusahaan yang murah adalah perusahaan yang memiliki PBV < 1.
Lalu bagaimana cara menghitung PBV?
PBV = Harga / Book Value per Share (BVPS) atau PBV = Market Cap. / Ekuitas
Oke, untuk teman-teman jangan bingung dengan 2 rumus di atas karena sebenarnya 2-2nya sama aja.
BVPS = Ekuitas / Jumlah Saham Beredar
Market Cap. = Harga Saham x Jumlah Saham Beredar
Mari kita coba analisa 2 perusahaan ASGR dan MTDL:
ASGR
MTDL
oke dari 2 data di atas kita bisa menghitung:
- PBV ASGR =
- PBV = Market Cap. / Ekuitas
- PBV = (Harga x Jumlah Saham Beredar) / Ekuitas
- PBV = (1900 x 1.348.780.500) / 1.166.306.000.000
- PBV = 2,2
- PBV MTDL =
- PBV = Market Cap. / Ekuitas
- PBV = (Harga x Jumlah Saham Beredar) / Ekuitas
- PBV = (645 x 2.376.172.964) / 1.300.558.000.000
- PBV = 1,17
Dari perbandingan dia perusahaan di atas kita melihat bahwa PBV MTDL lebih kecil, yang berarti ketika kita membeli saham MTDL di harga 645 maka kita membeli sedikit di atas nilai bukunya. Berbeda dengan ASGR yang PBVnya berada di angka 2,2x harga sahamnya, jauhberada di atas book valuenya. Berdasarkan analisa value investing tentunya saham MTDL terlihat lebih murah dibandingkan ASGR.
Untuk sekedar catatan, teman-teman harus hati-hati dengan nilai PBV sendiri, karena kita harus mengerti jenis book value perusahaan tersebut. Contohnya jika sebuah perusahaan tekstil memiliki sejumlah kain dengan book value 50 ribu rupiah, tetapi kenyataannya harganya mungkin hanya laku 20 ribu rupiah di pasaran. Menurut Peter Lynch, book value yang semakin dekat dengan produk akhir, semakin sulit menentukan nilainya. Mungkin kita tahu harga kapas, tetapi berapa nilai dari baju yang berwarna pink? kita tahu harga kulit tetapi berapa harga dompet warna hijau?
Dalam menganalisa PBV, kita juga harus melihat faktor kualitatif sebuah perusahaan. Contohnya adalah ASGR, walaupun PBV dari ASGR lebih tinggi, tetapi dia adalah anak usaha dari grup Astra. Dimana tentunya semua perusahaan milik Astra kemungkinan besar menggunakan produk ASGR. Contoh lainnya adalah Merek Dagang (Brand Image) seperti Indomie, Indomie memiliki merek yang kuat di Indonesia, bahkan kita pasti ingat dengan lagunya “Indomie Seleeeraku~” yang tidak terhitung dalam Book Value. Begitupun dengan Hak Paten, Data, Pelanggan Setia serta aset-aset kualitatif lainnya yang tidak termasuk dalam Book Value tetapi perlu kita perhitungkan.
Back to PBV, rasio ini sangat bagus untuk menganalisa murah dan mahalnya sebuah perusahaan. Bahkan Warren Buffett sangat sering membahas tentang PBV ini di dalam laporan tahunan perusahaannya (Berkshire Hathaway). Akan tetapi tentunya analisa PBV sebaiknya tidak dilihat hanya dengan kacamata kuda saja. Kita juga perlu memperhatikan analisa-analisa fundamental yang sempat kita bahas sebelumnya, serta faktor-faktor kualitatif mengenai perusahaan tersebut. Saya sendiri akan buat artikel bagaimana kita menganalisa dengan menggabungkan rasio-rasio yang telah kita pelajari.
Oke, sepertinya sampai disini pembahasan Fundamental Analysis kali ini, tunggu artikel saya selanjutnya tentang Fundamental Analysis #5!
Untuk teman-teman yang telah menyimak artikel saya, jika ada yang ingin bertanya lebih dalam tentang rasio PBV. Teman-teman boleh bertanya langsung ke penulis, di Profile & Contact. Semoga teman-teman mendapatkan ilmu dari artikel ini, hehe. Good Luck and Happy Investing Guys ! ?
Mau tanya, harga saham itu didapat dari mana ? Close, high atau low price ? Terus kan ada 4 kuartal , nah itu ambil rata rata nya atau gimana ya ?
Untuk harga saham, gunakan harga terakhir yang di perdagangkan bu fitri.. (Last Price)
Mau tanya kenapa kita harus repot-repot menghitung harga saham dengan pbv ? Karena sekerang kan perdagangan saham kebanyakan orang-orang bermain saham beli pagi hari jual sore hari, yang penting kan tidak merugikan mereka, tapi kenapa harus menggunakan metode pbv jika tidak menggunakan pun sudah dapat untung , terimakasih mohon info dan penjelasanya
Slaam Pak Chusni,
Apabila memang Pak Chusni bisa beli pagi hari lalu jual sorenya dan selalu untung maka silahkan saja.
Tetapi saya sendiri, sampai saat ini belum pernah menemukan orang yang terus-menerus untung dalam melakukan aksi jual-beli seperti itu.
Warren Buffett sendiri, bisa menjadi orang terkaya di dunia karena pendekatan analisa fundamentalnya, yang salah satunya adalah menghitung nilai wajar saham dengan menggunakan rasio PBV.
Semoga membantu,
angka 1900 dan 645 dari mana ya kang ?
Salam Ibu Leni,
1900 dan 645 adalah harga saham yang terbentuk pada saat itu