Warren Buffett, pada laporan kepada pemegang saham Berkshire Hathaway tahun 1988 pernah mengatakan, “In fact, when we own portions of outstanding businesses with outstanding managements, our favorite holding period is forever.” Yang secara sederhana penulis artikan kembali bahwa, apabila kita telah memiliki bisnis yang luar biasa hebat, didukung manajemen luar biasa baik, maka seorang Buffett akan sangat amat senang untuk memiliki bisnis tersebut selamanya.
Jika teman pembaca cermati kalimat di atas, terdapat dua faktor krusial sehingga Buffett mau menyimpan sebuah bisnis hingga periode tak terhingga. Pertama, bisnis perusahaan tersebut haruslah bagus, seperti memiliki keunggulan kompetitif, berada di industri yang baik dan mudah dipahami, serta efisien dan tidak padat modal. Kedua, bisnis tersebut juga harus didukung oleh manajemen yang berintegritas dan memiliki kapasitas dalam mengelola perusahaan.
Yeap, dalam banyak kesempatan kita telah cukup sering mengulas bagaimana menganalisa baik buruknya fundamental saham sebuah perusahaan. Dan pada artikel kali ini, kita akan menelisik beberapa faktor, guna menimbang kualitas manajemen dari sebuah perusahaan. Nah, tanpa panjang lebar, mari kita mulai:
1. Perubahan Porsi Kepemilikan Pengendali dan/atau Manajemen Kunci
Berbanding terbalik dengan emiten yang berencana melakukan buyback shares atau manajemen kunci yang rajin membeli saham perusahaan, yang menjadi indikasi bahwa mereka optimis dengan saham yang dibeli. Maka apabila sang pengendali atau manajemen top level rutin menjual kepemilikannya kepada publik, hal ini mungkin menjadi pertanda pesimisme mereka akan masa depan saham perusahaannya, di mana mereka inilah yang sehari-harinya bergelut dengan operasional perusahaan.
Dan berikut adalah salah satu contoh emiten yang penulis sempat perhatikan, rutin mengurangi kepemilikannya:
PT. Lavender Bina Cendikia (Kode ticker: BMBL), salah satu perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada awal 2023 memiliki struktur kepemilikan saham pasca IPO adalah sebagai berikut: 30,7% PT. Sentra Investa Maksima (SIM), 25,12% PT. Ammar Al Amanah (AAA), 9,34% Galih Pandekar, 7,65% Aulia Firdaus, dan sisanya 27,19% dipegang oleh Publik/Masyarakat.
Singkat cerita, hingga artikel ini ditulis terdapat peningkatan jumlah pemegang saham publik sekitar 11% menjadi 38,19%. Dan apabila teman-teman gali lebih dalam, hal ini diimbangi dengan pengurangan kepemilikan PT. SIM di BMBL dari 30,7% ketika IPO menjadi 19,7%, atau kurang lebih angkanya pas 11% juga. Mungkin teman pembaca sempat terlintas, siapa di balik PT. SIM?
Usut punya usut, PT. SIM dimiliki 95% oleh Galih Pandekar selaku pengendali BMBL, dan sisanya 5% dipegang oleh Rini Putri Handayani yang kini menjabat direktur keuangan BMBL. Sehingga kesimpulannnya adalah, secara tidak langsung pengendali beserta manajemen kunci perusahaan rajin mengurangi porsi kepemilikannya. Sayangnya, terkait alasan penjualan saham oleh pengendali tidak dijelaskan, hal ini kemungkinan memang tidak diwajibkan karena penjualannya dilakukan secara tidak langsung melalui PT. SIM.
Okey, seperti Charlie Munger yang pernah mengatakan bahwa “All I want to know is where I’m going to die, so I’ll never go there.” Maka, rasanya kurang bijak jika kita membeli sebuah saham yang orang dalamnya saja mungkin tidak yakin dengan masa depan perusahaannya sendiri. Dan sedikit tips tambahan untuk teman-teman, sebetulnya pengurangan saham BMBL tidaklah terjadi seketika. Kita dapat mengecek pengurangan kepemilikan pengendali yang mulai dilakukan tanggal 9 November 2023, di mana laporannya dapat diakses pada keterbukaan informasi BMBL pada website www.idx.co.id.
2. Keterlambatan Penyampaian Laporan Keuangan
Berdasarkan peraturan BEI, terdapat batas waktu penyampaian Laporan Keuangan (LK) setiap kuartalnya yang wajib dipenuhi oleh masing-masing emiten publik. Berikut adalah jadwal tenggat waktu masing-masing LK tiap kuartal:
- LK Kuartal I: 30 April 2024
- LK Kuartal II: 31 Juli 2024
- LK Kuartal III: 31 Oktober 2024
- LK Tahunan: 31 Maret 2024
Terkecuali memang ada permohonan keterlambatan dari satu emiten tertentu, yang dimungkinkan jika adanya rencana audit tambahan. Maka bagi emiten pada umumnya, terdapat sanksi dari regulator jika ada keterlambatan perilisan LK. Misalnya dari paling ringan adalah sanksi tertulis, denda, sampai kewajiban delisting dari bursa. Nah, terlepas dari sanksi-sanksi tersebut, tentunya yang akan dirugikan pada akhirnya adalah kita sebagai pemegang saham. Sehingga sudah menjadi pekerjaan rumah untuk rajin mengikuti laporan emiten secara berkala.
Berikut adalah salah satu contoh, emiten yang pada beberapa kesempatan telat menyampaikan LK:
Bakrie Telecom (BTEL) berdasarkan website www.idx.co.id, seringkali telat menyampaikan LK. Misalnya untuk:
- LK Q1-24 rilis 22 Juli 2024, melewati batas akhir penyampaian 30 April 2024
- LK Q4-23 rilis 1 Juli 2024, melewati batas akhir penyampaian 31 Maret 2024
- LK Q3-23 rilis 31 Oktober 2023, sesuai jadwal penyampaian 31 Oktober 2023
- LK Q2-24 rilis 2 Agustus 2023, melewati batas akhir penyampaian 31 Juli 2023
Nah, berdasarakan pengalaman pribadi yang turut dikonfirmasi beberapa kajian akademis. Memang terdapat korelasi positif antara keterlambatan penyampaian LK dengan potensi fraud yang dilakukan oleh manajamen perusahaan. Sebagai gambaran, normalnya sebuah perusahaan yang baik memiliki laporan operasional bulanan, sehingga tidaklah sulit untuk memenuhi tanggung jawabnya menyampaikan LK sesuai tenggat waktunya masing-masing, terkecuali memang manajemen, ‘mungkin’ ingin memoles angka-angka yang disajikan.
Teman-teman dapat mengonfirmasi saham-saham yang dikenakan sanksi keterlambatan pada dokumen pengumuman bursa yang dapat diakses berikut: ‘Pengumuman Penyampaian Laporan Keuangan Interim Perusahaan Tercatat yang Berakhir per 31 Maret 2024’.
3. Tanggapan Manajemen Terhadap Pemegang Saham Publik
Terakhir, sama halnya seperti Buffett yang menyenangi bisnis serta manajemen yang baik. Maka penulis juga memiliki preferensi tersendiri bagi manajemen, atau dalam hal ini spesifik tim investor relation/corporate communication dari emiten yang rajin menanggapi pertanyaan-pertanyaan investor. Berikut adalah beberapa contoh tanya jawab yang pernah dialami langsung oleh penulis:
Teman pembaca dapat mengamati, dari pertanyaan-pertanyaan di atas kita dapat mengetahui perkembangan perusahaan secara personal. Misalnya dalam kasus ULTJ, kebetulan penulis mengalami intoleransi laktosa, sehingga tertarik untuk mengetahui rencana perusahaan terkait pengembangan susu non-laktosa yang belakangan marak. Atau contoh lainnya mengenai Tender Offer MFIN, bagi teman-teman yang menunggu aksi korporasi tersebut maka kita wajib mengetahui perkembangannya dari waktu ke waktu. Dan kebetulan pertanyaan penulis terjawab oleh tim investor relation dari MFIN maupun BDMN, selaku pemilik Adira Multifinance (ADMF) yang turut membeli saham MFIN.
.
Okey, selain beberapa faktor di atas. Sejatinya masih banyak sekali cara untuk mengukur baik buruknya dari kualitas manajemen, misalkan terkait transaksi afiliasi, ketidak konsistenan realisasi dan isi laporan keuangan, struktur organisasi, rekam jejak pengendali, alokasi kapital, dan lain sebagainya, yang mungkin akan kita bahas lebih lanjut di lain kesempatan. Artikelnya kita akhiri dulu sampai di sini, semoga teman pembaca mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Good luck and integrity is everything ! 🙂
.
The really great business is one that doesn’t require good management. I mean, that is a terrific business. And the poor business is one that can only succeed, or even survive, with great management. And — But we look for people that know their businesses, love their businesses, love their shareholders, want to treat them as partners. And we still look to the underlying business, though. We — If we have somebody that we think is extraordinary, but they’re locked into one of those terrible businesses, because we’ve been in some terrible businesses, and you know, the best thing you can do, probably, is get out of it and get into something else. – Warren Buffett