Life as a Value Investor

Optimizing Gain from Idle Cash

Dalam mengelola portofolio, ada kalanya seorang investor menyiapkan dana cadangan untuk mengantisipasi terjadinya koreksi pasar. Sebagai contoh, andaikata teman pembaca mengelola dana 1 miliar, biasanya terdapat 10%-20% (100-200 juta) dana yang disisihkan sebagai cadangan. Dengan tujuan, baru akan dibelanjakan ketika IHSG turun signifikan, atau lebih spesifik seandainya saham-saham yang kita incar jatuh ke level harga tertentu.

Sayangnya, jika teman-teman hanya menyimpan uang dingin tersebut di Rekening Dana Investor (RDN), nilainya hanya akan bertumbuh pada tingkat yang sangat kecil atau boleh dibilang tidak ada sama sekali. Karena itu di artikel kali ini kita akan mengulas beberapa instrumen investasi alternatif selain RDN, yang harusnya dapat menawarkan imbal hasil lebih optimal. Nah, mari kita lihat apa saja opsi-opsi dari instrumen alternatif yang tersedia:

1. Tabungan RDN

Suku Bunga RDN Bank Central Asia
Suku Bunga RDN Bank Mandiri
Suku Bunga RDN Bank Jago

Yang pertama dan paling standar adalah tabungan RDN. Di mana penempatan RDN boleh dibilang memberikan imbal hasil yang paling kecil. Sebagai contoh dari tiga bank di atas, Bank Central Asia (BBCA) dan Bank Mandiri (BMRI) menawarkan bunga yang tidak sampai 1% per tahunnya, bahkan di bawah nominal tertentu tidak mendapat imbal hasil sama sekali. Sedangkan untuk ARTO, memang memberikan suku bunga simpanan yang lebih tinggi, yakni 2% per tahunnya. Namun jangan lupa, bahwa bunga tabungan di atas belum termasuk potongan pajak sebesar 20%.

2. Deposito

Suku Bunga Deposito Rupiah. Sumber: www.pusatdata.kontan.co.id

Instrumen kedua adalah simpanan berjangka atau kerap dikenal sebagai deposito. Berdasarkan beberapa sumber, bunga deposito dari beberapa bank besar di Indonesia ketika penulisan artikel, kurang lebih 2%-4% per tahunnya. Dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi, tentu instrumen investasi ini memberikan penawaran yang lebih baik dibanding sekadar menyimpan di tabungan RDN. Namun sayangnya, seperti namanya ‘simpanan berjangka’, deposito memiliki kekurangan dari sisi fleksibilitas. Karena lumrahnya bank mempersyaratkan penempatan dana dalam jangka waktu tertentu, misalnya 1 bulan, 3 bulan, 1 tahun atau bahkan lebih dari itu.

Sehingga, kalau terjadi koreksi pasar yang terjadi secara tiba-tiba, kita tidak bisa langsung menggunakan dana deposito tersebut. Memang terdapat opsi untuk memutus deposito di tengah jalan, namun ada biaya pinalti yang akan dikenakan oleh bank terkait. Oh iya, terdapat juga opsi untuk menyimpan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang kebanyakan menawarkan bunga lebih tinggi, namun teman-teman perlu extra hati-hati karena risiko yang lebih tinggi pula. Dan sebaiknya hanya ditempatkan pada deposito yang sesuai dengan persyaratan jaminan LPS untuk BPR.

3. Tabungan Bank Digital

Suku Bunga Tabungan Bank Digital Indonesia. Sumber: www.cnbcindonesia.com

Pilihan berikutnya adalah menyimpan dana di bank digital. Biasanya bank digital menawarkan bunga yang lebih tinggi pada kisaran di atas 3% per tahunnya, serta dibayarkan secara harian. Hemat penulis, di sini kuncinya kita harus memilih bank digital yang dimiliki oleh pengendali dengan rekam jejak yang baik, bisa dipercaya, dan tentunya memiliki permodalan yang kuat. Sebagai contoh, dibandingkan menyimpan uang di Bank BCA, akan lebih menguntungkan apabila kita menyimpan di Blu (BCA Digital) yang sejatinya dimiliki oleh owner yang sama tapi menawarkan suku bunga relatif lebih tinggi. Nah, sebagai pengingat, bunga tabungan dan deposito, baik di bank digital maupun konvensional, tetap akan dikenakan pajak sebesar 20% dari bunga yang diperoleh tanpa terkecuali.

4. Reksa Dana Pasar Uang

Daftar reksa dana pasar uang dengan imbal hasil tertinggi. Sumber: www.bareksa.com

Pertimbangan berikutnya, selain jasa yang ditawarkan oleh perbankan teman-teman juga boleh mencermati jasa yang ditawarkan oleh pengelola reksa dana. Namun secara khusus, karena dana yang kita simpan hanya untuk penempatan sementara saja, maka instrumen yang paling tepat adalah di produk reksa dana pasar uang (RDPU). Pada umumnya RDPU memberikan imbal hasil yang relatif lebih tinggi dibandingkan tabungan maupun deposito, dengan risiko yang rendah. Karena pengelola RDPU, hanya boleh menaruh investasinya di instrumen-instrumen investasi yang jatuh temponya/sisa jatuh temponya tidak lebih dari 1 tahun, seperti Deposito, Surat Utang Negara, Sekuritas Rupiah Bank Indonesia, Sukuk, dan lain sejenisnya.

Terdapat beberapa faktor sehingga pengelola RDPU bisa membukukan keuntungan di atas rata-rata, seperti strategi alokasi penempatan, ‘bargain‘ karena memiliki dana yang besar, dan keuntungan kita sebagai investor juga tidak akan dikenakan pajak keuntungan lagi. Misalkan jika kita menerima return 4% dari deposito, maka hasil bersih yang teman-teman peroleh adalah 3,2% setelah dipotong pajak 20%. Di RDPU, ketika return-nya 4%, kita mendapatkan keuntungan tersebut seutuhnya.

Fund Fact Sheet Panin Dana Likuid. Sumber: hwww.panin-am.co.id

Namun demikian, bukan berarti RDPU tidak ada kekurangannya sama sekali. Teman pembaca perlu ketahui bahwa pembelian dan penjualan unit reksa dana lazimnya membutuhkan waktu 1 hari kerja, sehingga kita tidak bisa mencairkan sewaktu-waktu layaknya tabungan, tetapi tidak sekaku penempatan deposito juga.

Terdapat banyak sekali perusahaan yang menawarkan RDPU, kita harus jeli memilih reksa dana yang dikelola oleh manajer investasi yang berintegritas, dimiliki oleh pengendali yang kuat dan rekam jejaknya baik. Dalam hal ini, produk-produk dari RDPU pasti memiliki fund fact sheet yang berisi profil produk yang ditawarkan, misalnya alokasi 10 efek terbesar, imbal hasil historis, tanggal peluncuran, mata uang penempatan dan lain sebagainya seperti contoh fund fact sheet di atas. Seharusnya, teman-teman tidak akan kesulitan untuk mencari info-info pengelola Reksa Dana dari Mbah Google. Well, jika kita telah melakukan filterisasi data-data di atas, berikutnya teman-teman tinggal perlu memastikan bahwa RDPU tersebut bebas biaya pembelian maupun penjualan.

Siklus Penyelesaian (T+2)

Okey, setelah mengetahui beberapa instrumen investasi yang dapat kita tempatkan sementara. Berikutnya teman investor juga perlu memahami bahwa proses serah terima (settlement) jual beli saham di BEI memakan waktu dua hari bursa. Sebagai contoh andaikata kita membeli saham BBCA hari ini, sejatinya nama teman-teman baru akan efektif tercatat sebagai pemegang saham BBCA dua hari bursa kemudian, bersamaan juga dengan proses pembayaran.

Lantas, kenapa jika kita membeli saham hari ini dana langsung dipotong pada tampilan aplikasi portofolio? Mungkin, tujuannya agar tidak membingungkan nasabah sekuritas, sehingga bila terjadi pembelian saham langsung mengurangi dana di portofolio. Tetapi riil-nya memang baru akan dibayarkan oleh sekuritas dua hari bursa kemudian (T+2).

Siklus Penyelesaian T+2. Sumber: www.idx.co.id

Di sinilah kita dapat memanfaatkan fasilitas limit (meminjam dana) yang disediakan oleh sekuritas. Yakni dengan melakukan pembelian saham terlebih dahulu, dan baru mebayar dua hari bursa setelahnya. Atau misalkan kita menunggu adanya koreksi pasar yang signifikan, teman-teman dapat coba antri beli saham di harga bawah yang sangat rendah, selama order pembelian yang dipasang belum terjadi, teman-teman tak perlu menyetor dana ke rekening RDN. Dan biarlah dana cadangan yang kita miliki bertumbuh optimal pada instrumen investasi yang telah kita tempatkan untuk sementara waktu. Last but not least, jangan lupa bahwa kita tidak boleh lalai membayar, karena bunga ketelatan dari sekuritas sangat tinggi. Selebihnya bagi teman-teman yang tertarik, perlu mengonfirmasi detail aturan-aturan dari sekuritas tempat kita bertransaksi masing-masing.

.

Okey, artikelnya kita akhiri sampai di sini. Semoga apa yang disampaikan bermanfaat untuk teman-teman pembaca. Good luck and happy investing! 🙂

.

“And, of course, the snowball – the nature of compound interest is it behaves like a snowball of sticky snow. And the trick is to have a very long hill, which means either starting very young or living very – to be very old.” – Warren Buffett

Tagged , , ,

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *