Life as a Value Investor

Philip Fisher – Legendary Investor #1

 

Seorang investor terkaya di dunia Warren Buffett pernah berkata, “I am 15% Philip Fisher and 85% Benjamin Graham.” Komentar itu banyak dikutip, tetapi yang perlu kita ingat bahwa kata-kata Buffett tersebut dilontarkan pada tahun 1969 atau sekitar hampir 50 tahun yang lalu. Pada tahun-tahun setelah 1969, mulai terlihat adanya sedikit pergeseran gaya investasi Buffett ke arah filosofi seorang Philip Fisher secara bertahap. Oke, lalu siapa itu Philip Fisher dan apa filosofinya yang mempengaruhi seorang Warren Buffett?

Philip Arthur Fisher adalah seorang investor saham yang menulis buku Common Stocks and Uncommon Profits. Buku yang menjadi “kitab suci” para investor saham, selain Intelligent Investor milik Benjamin Graham. Ia lulus dari Graduate School of Business Administration di Stanford dan langsung memulai karirnya sebagai seorang penasihat investasi. Hingga akhirnya beliau memutuskan untuk mendirikan perusahaan konsultasi investasinya sendiri, yaitu Fisher & Company.

Di Stanford, salah satu kelas bisnis Fisher mengharuskan dirinya untuk menemani dosennya dalam kunjungan berkala ke perusahaan-perusahaan di wilayah San Fransisco. Dosen itu kemudian akan meminta para manajer bisnis untuk menceritakan tentang operasi mereka, dan kerap membantu mereka untuk memecahkan masalah mendesak. Dalam perjalanan kembali ke Stanford, ia dan dosennya itu akan merangkum apa yang mereka amati tentang perusahaan dan manajer yang baru saja mereka datangi. “Waktu satu jam setiap minggu itu,” kata Fisher, “merupakan pelatihan paling bermanfaat yang pernah saya terima.”

Pengalaman-pengalaman tersebutlah yang membentuk filosofi utamanya dalam berinvestasi. Saya akan merangkum filosofi-filosofi Philip Fisher menjadi 3 poin:

Perusahaan harus memiliki kemampuan untuk menumbuhkan penjualan dari tahun ke tahun di atas rata-rata industri

Filosofi pertama menurutnya, pertumbuhan perusahaan dipengaruhi 2 faktor. Yaitu komitmen yang signifikan terhadap R&D dan marketing sales yang efektif. Salah satu contohnya adalah Telkom (TLKM)  yang mengembangkan jasa layanan komunikasi, broadband internet dan TV Cable.

Perkembangan R&D dan penjualan yang efektif tidak ada artinya jika, pertumbuhan perusahaan tidak di barengi dengan laba yang konsisten. “Seluruh pertumbuhan penjualan di dunia tidak akan menghasilkan jenis sarana investasi yang tepat jika, selama bertahun-tahun laba tidak tumbuh secara bersamaan.”

Ia juga menyelidiki marjin laba suatu perusahaan, apakah sebuah perusahaan dapat mempertahakan atau meningkatkan marjin laba. Perusahaan dengan marjin laba yang tinggi mampu, mempertahankan pertumbuhan laba dan lebih kebal terhadap resisi/krisis.

 

Perusahaan memiliki manajemen yang berbakat, jujur dan berintegritas

Analisa selanjutnya adalah mutu manajemen. Manajemen yang unggul harus memiliki ketekunan untuk mengembangkan produk dan jasa baru yang terus memicu pertumbuhan penjualan produk atau jasa. Karakteristik yang lebih penting untuk menilai mutu manajemen adalah integritas dan kejujuran yang tidak dapat diragukan. Semua bisnis, baik atau buruk akan mengalami masa-masa sulit yang tak terduga. Bagaimana cara pihak manajemen merespons kesulitan akan mengungkap banyak hal tentang perusahaan itu.

Salah satu langkah untuk mendapatkan informasi apakah manajemennya bagus atau tidak adalah dengan mendapatkan informasi dari orang dalam atau kompetitornya. Selain itu kita juga bisa mencari informasi nama pemilik perusahaan tersebut lalu ketik di www.google.com. Jika halaman pertama yang kita cari dipenuhi dengan berita-berita buruk seperti kasus, kita perlu berpikir dua kali untuk investasi di perusahaan tersebut.

 

Berinvestasi hanya di perusahaan yang berada di dalam lingkaran kompetensi anda

Fisher percaya bahwa untuk sukses, investor harus berinvestasi hanya di perusahaan yang mereka ketahui. Ia sendiri pernah membuat kesalahan itu di saat awal. “Saya mulai berinvestasi di luar industri yang saya yakini saya pahami secara mendalam, di lingkaran aktivitas yang sama sekali berbeda; situasi di mana saya tidak memiliki latar belakang pengetahuan yang cukup.”

Sebagian investor tidak bersedia meluangkan waktu dan energi yang dibutuhkan untuk memahami perusahaan dengan membaca laporan keuangan dan tahunan.  Dalam mengelola portofolionya, beliau lebih senang memiliki hanya beberapa perusahaan yang dikenal dengan sangat baik, ketimbang banyak perusahaan yang biasa-biasa saja. Umumnya portofolionya mencakup ≤ 10 perusahaan saja.

 

Filosofi-filosofi di atas sangat mempengaruhi gaya analisa saya. Salah satu contohnya adalah saya hanya berinvestasi di industri yang saya ketahui saja. Saya belum berinvestasi di sektor batu-bara, karena pada saat ini industri tersebut masih diluar kompetisi saya. Apakah harga batu-bara akan naik atau turun, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga, kebijakan pemerintah terhadap batu-bara secara makro dan mikro, kebijakan ekspor-impor, kompetisi perusahaan-perusahaan di sektor tersebut, jenis batu-bara dan banyak hal lainnya yang memang saya masih harus banyak belajar. Karena itulah saya tidak berinvestasi di sektor tersebut, walaupun secara analisa kauntitatif fundamental, ada perusahaan-perusahaan yang cukup menarik menurut saya.

Di artikel-artikel berikutnya mungkin saya ingin menulis tentang orang-orang yang mempengaruhi gaya berinvestasi seorang Warren Buffett. Cukup sekian artikel saya kali ini, untuk teman-teman yang berinvestasi saham boleh membaca bukunya Common Stock and Uncommon Profit, karena wawasan dalam bukunya  dalam berinvestasi masih sangat layak untuk dipraktikan hingga sekarang. Goodluck and Happy Investing 🙂

 

“If the job has been correctly done when a common stock is purchased, the time to sell it is – almost never.” – Philip A. Fisher

Tagged

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →