Book review

Lesson to Learn from Buffett Partnership Annual Letter – 1961

Jika pada tahun 1960 Buffett memberikan kisi-kisi investasinya di Sanborn Map. Maka pada laporannya di tahun 1961, dijelaskan satu perusahaan lainnya, yang bernama Dempster Mill Manufacturing Company, produsen peralatan pertanian dan sistem pengairan. Berdasarkan informasi yang disampaikan, Dempster Mill merupakan perusahaan medioker yang dapat dikategorikan sebagai cigarbutt companies. Di mana Buffett membeli sahamnya pada harga $28, sedangkan sejatinya perusahaan memiliki ekuitas atau nilai buku $75/lembar, alhasil dengan perhitungan sederhana kita dapat menyimpulkan bahwa Buffett Partnership membeli pada kisaran valuasi PBV 0,37x.

Being Conservative

Namun demikian, karena dikelola oleh kualitas manajemen yang kurang baik, serta situasi industri yang tidak mendukung. Demspter Mill hanya dapat membukukan keuntungan yang sangat kecil, relatif jika dibandingkan ekuitasnya. Sehingga terlepas dari nilai buku perusahaan yang tinggi, secara konservatif Buffett memperkirakan nilai wajar konservatif Dempster Mill hanya di sekitar $35, alias PBV 0,47x. Meskipun pada akhirnya Buffett berhasil keluar pada valuasi yang lebih tinggi, dari pengalaman di atas kita dapat belajar bagaimana seorang investor ulung sangat-amat konservatif dalam menganalisis nilai wajar sebuah perusahaan, khususnya untuk emiten-emiten dengan fundamental yang tidak superior.

Integrity

Apabila kita menyimak baik-baik tulisan Buffett kepada para investornya, beliau sebetulnya tidak hanya menyampaikan soal kinerja portofolio atau hal-hal terkait saham saja. Namun secara implisit juga mengajarkan nilai-nilai kehidupan, yang pada poin kali ini adalah integritas. Di mana pada laporannya, dijelaskan bahwa terdapat perjanjian: 1. Buffett dan keluarganya menaruh sebagian besar kekayaannya di Buffett Partnership serta memegang status sebagai investor terbesar pula, sehingga seluruh keuntungan maupun kerugian benar-benar dirasakan bersama, sebutan kerennya eat our own cooking. 2. Guna menghindari adanya konflik kepentingan, Buffett turut memasukkan klausul yang melarang dirinya atau bahkan keluarganya sekalipun untuk membeli saham secara langsung. Jadi tidak ada istilah Buffett menyuruh Howard (anak sulungnya) untuk beli saham dulu, untuk kemudian digoreng pakai dana Buffett Partnership agar anaknya bisa cuan tanpa risiko (front running).

Pada akhirnya, yang terpenting sebetulnya bukanlah kata-kata manis yang mudah diucapkan, melainkan menerapkannya dengan sungguh-sungguh. Dan penulis percaya Buffett benar-benar menjalaninya, terbukti dari kinerja portofolio Buffett Partnership yang terus bertumbuh, dan bekal reputasinya yang bertahan hingga kini. So yeap, Buffett merupakan segelintir guru yang benar-benar walk the talk, di mana mayoritas lainnya hanya seperti peribahasa jawa: kakehan gludug kurang udan.

Long-term Investor

Nilai terakhir yang penulis pelajari adalah sifat Buffett yang demokratis dan berpikiran jangka panjang. Di mana pada tahun 1961, untuk pertama kalinya Buffett Partnership mengirim laporan sebanyak dua kali dalam setahun. Hal ini dikarenakan terdapat segelintir investor yang mengkritisi bahwa laporan setahun sekali terlalu lama, sedangkan di sisi lain Buffett merasa penyampaian yang terlalu seiring juga tidak produktif. Karena idealnya untuk mengukur baik atau buruknya kinerja sebuah portofolio, Buffett beranggapan lima tahun merupakan periode yang cukup ideal, tentunya dibandingkan dengan benchmark (IHSG kalau di Indonesia). Alhasil, bagi teman pembaca yang saat ini mungkin portofolionya sedang turun di kala IHSG naik. Tidak perlu berkecil hati, karena percayalah pada akhirnya nanti, saham sebuah perusahaan akan mencerminkan nilai wajar sesungguhnya.

.

The course of the stock market will determine, to a great degree, when we will be right, but the accuracy of our analysis of the company will largely determine whether we will be right. In others words, we tend to concentrate on what should happen, not when it should happen.” – Warren Buffett

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *