Book review

Lesson to Learn from Buffett Partnership Annual Letter – 1958

Melanjutkan serial artikel sebelumnya, pada kesempatan kali ini kita akan membahas surat tahunan Buffett Partnership Limited (BPL) tahun 1958. Yeap, berbeda dengan kondisi pasar tahun sebelumnya, yang mana menurut data yang disajikan oleh Buffett, DJIA (Dow Jones Industrial Average) turun 8,4%. Maka di tahun 1957 berlangsung periode bullish, di mana kenaikan DJIA mencapai 38,5% dan terjadi fase ‘euforia’ di pasar modal Amerika. Nah, hal-hal menarik apa sajakah yang dapat kita pelajari dari surat Buffett kali ini? Berikut ulasannya:

Key Insights from Annual Letter 1958 by Warren Buffett

1. Stocks Price ≠ Stocks Valuation

Sama halnya seperti tahun sebelumnya, Buffett membuka laporan tahunan BPL-nya dengan memberikan pandangan terkait pergerakan bursa saham di Amerika tahun 1958. Di mana dikarenakan DJIA menguat signifikan hingga 38,5%, terdapat banyak saham-saham yang kenaikannya bisa lebih tinggi dari itu. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat yang baru terjun menjadi trader/investor saham, percaya bahwa keuntungan dari investasi saham itu cepat dan mudah. Sehingga terjadi yang dinamakan ‘vicious cycle’, di mana semakin banyaknya investor baru yang tergiur dengan keuntungan saham, mendorong kenaikan harga saham yang lebih tinggi lagi, dan harga saham yang lebih tinggi mendorong adanya investor baru yang ingin meraup keuntungan di saham, begitu seterusnya. Hal inilah yang membuat Buffett khawatir, bahwa kenaikan pasar yang jauh melebihi nilai intrinsiknya, dapat berakibat fatal pada akhirnya.

Yeap, hal ini mengafirmasi prinsip investasi Buffett yang sering teman-teman dengar, bahwa “be fearful when others are greedy and greedy when others are fearful”. Maka situasi Buffett ketika itu mungkin lebih ke arah waspada terhadap kondisi market atau psikologi pasar. Pun demikian, terlepas dari pergerakan pasar, fokus utama beliau tetap mencari saham-saham undervalue. Karena meskipun pasar pada akhirnya terkoreksi, termasuk saham-saham undervalue juga tetap berpotensi turun, Buffett percaya hal tersebut tidak bepengaruh terhadap nilai intrinsik saham yang dibelinya.

2. Stock Analysis – Intrinsic Value

Berikutnya, Buffett turut membagikan analisanya berinvestasi di sebuah perusahaan perbankan yang bernama Commonwealth Trust Co. Nah, apabila teman-teman membaca, disampaikan beberapa data singkat fundamental perusahaan sebagai berikut:

  • Laba: $10/lembar
  • Tidak membagikan dividen untuk alasan tertentu – ‘for good reasons, it paid no cash dividend at all’
  • Dikelola oleh manajemen yang baik – ‘very well managed bank’
  • Perusahaannya bertumbuh – ‘good solid value building up at a satisfactory pace’
  • Adanya peluang aksi korporasi merger/akuisisi, yang apabila terjadi berpotensi menjadi katalis positif bagi pergerakan harga saham perseroan (Buffett menyebutkan angka $250/lembar sebagai contoh)

Dari data-data di atas disampaikanlah bahwa nilai intrinsik dari Commonwealth Trust Co adalah sebesar $125/lembar. Pada tulisannya Buffett memang tidak menyampaikan kerangka berpikirnya sehingga memunculkan angka tersebut. Namun demikian kita dapat mencerna informasi-informasi yang disampaikan. Pertama, PER yang dianggap wajar oleh Buffett adalah sekitar 12,5x ($125 / $10), atau tidak sampai puluhan, bahkan ratusan kali seperti valuasi bank-bank digital kemarin. Kedua, hal tersebut harus didukung dengan faktor-faktor kualitatif, bahwa manajemennya kompeten, perusahaannya bertumbuh, dan jika memungkinkan disertai adanya potensi aksi korporasi tertentu kedepannya. Terakhir, Buffett tidak mempermasalahkan tidak adanya pembagian dividen, dengan syarat alasannya harus masuk akal, mungkin dalam contoh kasus bank di Indonesia, bank menahan labanya agar bisa meningkatkan modal untuk naik kelas BUKU atau saat ini disebut KBMI, guna meningkatkan keleluasaan usaha, termasuk mendapatkan kepercayaan lebih dari masyarakat. Alhasil, dengan pembelian rata-rata BPL sebesar $51/lembar atau pada valuasi PER 5,1x, maka margin of safety-nya (MoS) sebesar 59,2%.

Oh iya, sebagai informasi tambahan, aksi merger dan akuisisi sendiri marak terjadi pada industri perbankan di Indonesia. Sebagai gambaran, dari 20 bank swasta terbesar secara aset, saat ini hanya tersisa 5 bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh investor dalam negeri.

3. Opportunity Cost

Last but not least, Buffett dalam mengelola BPL menerapkan opportunity cost. Dalam hal ini, disampaikan bahwa meskipun saham Commonwealth Trust Co. belum mencapai nilai intrinsiknya di harga $125, Buffett sudah melepasnya di harga $80, atau keuntungan sekitar 57% dibandingkan modal rata-ratanya $51. Dan ini bukan dikarenakan Buffett berubah pikiran atau adanya perubahan fundamental dari Commonwealth Trust Co. bahkan disebutkan bahwa nilai trinsik perusahaan ketika dijual sudah naik menjadi $135.

Yeap, alasan utama Buffett melepas saham Commonwealth Trust Co. adalah karena adanya peluang yang lebih menarik di saham lainnya. Sebagai contoh, apabila dengan pembelian di harga $51 MoS-nya sebesar 59,2%. Maka ketika harganya naik menjadi $80, otomatis MoS-nya turun menjadi 40,7%. Sedangkan andaikata di sisi lain terdapat alternatif saham lainnya yang menawarkan MoS 60% atau lebih, maka rasanya cukup rasional untuk menerapkan opportunity cost seperti yang Buffett lakukan. Nah, bagaimana menurut teman-teman pembaca?

.

.

“If you make yourself a very reliable person and stay reliable all of your life, faithfully doing whatever you engage to do, it would be very hard for you to fail at anything you want.” – Charlie Munger

.

.

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →