Fundamental Analysis

Arus Kas Operasi dan Laba, Mana yang Utama?

Menurut investopedia, Operating Cash Flow (OCF) disebut juga arus kas operasi, adalah laporan pemasukan serta pengeluaran yang dihasilkan dari satu siklus operasi bisnis sebuah perusahaan. Contoh sederhana, katakanlah seorang bernama Tuan A memiliki toko kelontong dengan omzet 15 juta/bulan yang seluruhnya diterima tunai. Kemudian dari omzet tersebut, Tuan A harus menyisihkan 12 juta untuk membeli barang-barang ke supplier yang pembayarannya juga tunai. Maka dari bisnis toko kelontong setiap bulannya, Tuan A menghasilkan arus kas operasi positif sebesar 3 juta (15 juta – 12 juta).

Kemudian, apa perbedaan arus kas operasi dengan laba bersih? Nah, perbedaan utamanya adalah arus kas operasi hanya menghitung uang yang telah benar-benar diterima oleh perusahaan. Sedangkan laba bersih menghitung secara akrual (ketika peristiwa terjadi, terlepas pembayarannya dalam bentuk tunai ataupun hutang). Kembali pada contoh Tuan A di atas, seandainya dari total omzet 15 juta, hanya 10 juta yang dibayar konsumennya secara tunai, dan 5 juta sisanya merupakan hutang yang baru akan dibayar bulan depannya. Maka arus kas operasi toko Tuan A akan menjadi negatif 2 juta (10 juta – 12 juta). Sedangkan laba bersih, tetap akan mencatat laba toko Tuan A sebesar 3 juta (15 juta – 12 juta). So yeap hal inilah faktor utama yang menyebabkan angka laba bersih dan arus kas operasi perusahaan berbeda.

Okey, berikutnya terdapat empat macam perusahaan dengan keterkaitan antara arus kas operasi dan laba bersih yang dapat teman pembaca analisis:

1. Laba Bersih Negatif & Arus Kas Operasi Negatif

Sumber: Laporan Keuangan SRIL, diolah

Jenis pertama, yakni perusahaan yang sudah rugi dan arus kas operasinya negatif pula, adalah contoh dari bisnis yang tidak baik. Sebagai contoh, Sri Rejeki Isman (SRIL) sejak perseroan IPO tahun 2013, nilai akumulasi kerugiannya mencapai 15,3 triliun dengan arus kas operasi negatif 5,7 triliun. Thus, guna menghemat waktu dan energi, penulis pribadi biasanya mengabaikan perusahaan-perusahaan dengan kategori seperti ini.

2. Laba Bersih Negatif & Arus Kas Operasi Positif

Sumber: Laporan Keuangan ADMG, diolah

Jenis kedua, perusahaan dengan arus kas positif namun membukukan kerugian. Di mana hal ini dapat disebabkan karena adanya permasalahan margin usaha. Polychem Indonesia (ADMG), berdasarkan data tahun 2011-2022, perusahaan membukukan krugian 1,8 triliun, namun menghasilkan arus kas operasi positif 2,5 triliun. Perusahaan dengan kategori kedua berpeluang turn around, dengan catatan dapat memperbaiki marjin usahanya sesegera mungkin. Apabila dalam jangka panjang perusahaan masih terus merugi, pada akhirnya arus kas operasi perusahaan akan tetap habis untuk mempertahankan kompetisi perusahaan di industrinya.

3. Laba Bersih Positif & Arus Kas Operasi Negatif

Sumber: Laporan Keuangan HRTA, diolah

Jenis ketiga, perusahaan membukukan laba namun arus kasnya negatif. Faktor utama permasalahannya, terdapat dalam manajemen modal kerja. Hartadinata Abadi (HRTA) konsisten membukukan laba sejak perusahaan IPO di tahun 2017, dengan akumulasi 1 triliun. Sebaliknya, pada periode yang sama arus kas operasi perseroan tercatat negatif 1,4 triliun.

Perusahaan dengan kategori ketiga perlu segera membenahi modal kerjanya, yang terdiri dari hutang, piutang dan persediaan. Karena jika kedepannya arus kas operasi perusahaan terus negatif, manajemen perlu membiayai operasi bisnisnya melalui suntikan dana dari hutang via lembaga keuangan ataupun dari angel investor melalui right issue. Sedikit tips, bagi teman pembaca yang sedang menganalisis perusahaan kategori ini, disarankan mencermati kecukupan kas dan strategi perseroan membenahi siklus konversi kasnya (cash conversion cycle).

4. Laba Bersih Positif & Arus Kas Operasi Positif

Sumber: Laporan Keuangan MLBI, diolah

Kategori terakhir, merupakan idealnya sebuah perusahaan menjalankan sebuah bisnis. Profitable tidak hanya di atas kertas, tapi dibuktikan pada arus kas operasi juga. Seperti perusahaan Multi Bintang Indonesia (MLBI) yang membukukan laba bersih akumulasi sebesar 11 triliun (periode 2008 – 2022). Hal tersebut, didukung arus kas operasi yang lebih besar lagi, yakni 14 triliun. Thus, bagi perusahaan bonafide memang sudah seyogianya membukukan arus kas operasi yang lebih tinggi dibandingkan laba bersih, disebabkan tidak adanya perhitungan beban non-kas dari depresiasi/amortisasi.

Kesimpulan

Kembali ke pertanyaan awal, jika harus memilih antara arus kas operasi dan laba bersih, yang mana akan kita pilih? Tentunya jika teman pembaca telah memahami penjelasan di atas, kita tidak dapat fokus satu dan mengabaikan yang lain, karena keduanya saling melengkapi. Dalam jangka pendek sangat mungkin adanya distorsi sehingga laba dan arus kas tidak sejalan satu dengan yang lainnya. Namun dalam jangka panjang keduanya akan berjalan beriringan, di mana sebuah perusahaan yang berkelanjutan adalah perusahaan yang membukukan laba disertai arus kas operasi positif secara konsisten. Well, menutup artikel kali ini, penulis ingin menyampaikan bahwa sebuah perusahaan yang membukukan arus kas operasi positif tanpa disertai laba, adalah rapuh adanya. Begitupun laba, tanpa disertai arus kas operasi positif, hanyalah fatamorgana 🙂

.

Sekian artikel kali ini, semoga coret-coretan di atas bermanfaat bagi seluruh teman pembaca. Disclaimer on, saham yang disampaikan di atas hanyalah sebagai contoh dan bukan ajakan membeli ataupun menjual. Berikutnya, setelah memahami arus kas operasi kita akan mengulas Arus Kas Bebas (Free Cash Flow), hubungan antara Arus Kas Operasi dan Belanja Modal (Capital Expenditure). Good luck and happy investing guys!

.

“There are two kinds of businesses: The first earns twelve percent, and you can take the profits out at the end of the year. The second earns twelve percent, but all the excess cash must be reinvested – there’s never any cash. It reminds me of the guy who sells construction equipment – he looks at his used machines, taken in as customers bought new ones, and says “There’s all of my profit, rusting in the yard.” We hate that kind of business.” – Charlie Munger

Tagged , , ,

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →