Book review

Lesson to Learn from Buffett Partnership Annual Letter – 1959

Pada surat tahunan Buffett Partnership tahun 1959, Warren Buffett menyampaikan kekhawatirannya terkait kondisi pasar modal di Amerika Serikat yang masih melanjutkan periode bullish. Di mana pada momen tersebut, sedang terjadi demam saham ‘blue chip‘, yang dianggap investasi minim risiko dikarenakan perusahaannya telah mapan dan populer. Thus, permasalahannya adalah sebagian besar investor awam yang baru mulai berinvestasi, belum memahami bahwa investasi yang baik tidak hanya terkait perusahaannya bagus atau tidak saja. Melainkan terdapat faktor lainnya yang tidak kalah penting, yakni harga pembeliannya haruslah juga menarik. Sehingga apabila telah memenuhi dua kriteria tersebut, niscaya investasi yang ditempatkan bisa menghasilkan kinerja yang optimal.

So yeap, berikut adalah tiga hal yang dapat kita pelajari dari surat tahunan Buffett kali ini:

Key Insights from Annual Letter 1959 by Warren Buffett

1. Markets Can Remain Irrational Longer Than You Can Remain Solvent – John Maynard Keynes

Bagaimana perasaan teman-teman seandainya tahun 2018 IHSG berada di posisi 6.400 dan pada awal 2023 kemarin naik ke level 22.500? Tentu, bagi sebagian orang yang telah menempatkan dana investasinya di pasar modal akan sangat bahagia sekali. Karena kenaikan indeks yang mencapai +250%, artinya saham yang kita pegang di portofolio juga kemungkinan besar dalam kondisi naik. Namun demikian, seorang investor yang rasional akan cenderung takut dengan euphoria pasar di atas. Hal ini sesuai dengan kredo investasi, bahwa semakin tinggi valuasi sebuah saham, akan berbanding terbalik dengan imbal hasil yang diterima.

Yes, ilustrasi di atas mencerminkan kondisi Indeks Dow Jones (DJI) periode 1954 – 1959. Alih-alih berharap adanya koreksi sehat (pasar turun dulu) di tahun 1959 sehingga valuasinya bisa lebih membumi, Buffett malah harus melihat posisi DJI yang terus melanjutkan kenaikan sebesar +19,9%, setelah setahun sebelumnya terapresiasi +38,5%. Neverthless, di saat reksa dana lainnya kesulitan mengalahkan DJI, Buffett tetap dapat membukukan return investasi +25,9%, alias beat the market (lagi).

Lalu bagaimana dengan posisi IHSG saat ini? Jika dibandingkan tahun 2018 pasar modal kita tercinta berada di level 6.355. Dan hingga artikel ini ditulis, IHSG masih berada pada posisi 6.687, atau sebatas mengalami kenaikan +5,2%. Dengan demikian, seharusnya kita tidak perlu terlalu khawatir dengan valuasi pasar saat ini. Sebaliknya, rasanya saat ini tidak sulit menemukan saham-saham dengan valuasi terdiskon, tinggal bagaimana kita mengambil peluang dengan opportunity cost terbaik, serta menerapkan yang namanya:

2. Concentrated Allocation

Pada kutipan tulisan di atas, disampaikan bahwa Buffett menempatkan 35% aset portofolionya di sebuah saham. Dan penekanan kata ‘unusually large percentage’, menjadi indikasi bahwa pada tahun 1959 inilah the oracle of omaha, pertama kalinya menempatkan dana investasi Buffett Partnership sebesar itu di satu saham tertentu. Namun perlu diingat, bahwa Buffett bukan tipe investor yang ‘hajar bleh‘. Pastinya beliau telah melalui tahapan-tahapan analisa yang mendalam, sehingga menghasilkan keyakinan untuk berinvestasi di sebuah perusahaan secara substansial.

3. The Benefit Becoming Largest Stockholder

Wejangan terakhir masih terkait perusahaan di atas. Disampaikan pula bahwa ternyata Buffett telah menjadi pemegang saham terbesar perseroan. Dan tidak seperti investasi di saham pada umumnya, di mana kita perlu menunggu Mr. Market pada akhirnya menyadari sebuah saham murah, kemudian barulah bisa naik ke nilai wajarnya. Yang mungkin jika kita beruntung bisa terjadi dalam waktu singkat, harian atau bulanan. Namun lebih sering membutuhkan waktu tahunan atau dalam beberapa kasus hingga dekade, sebelum ujungnya sebuah saham kembali mencerminkan nilai wajar yang sesungguhnya.

Maka pada kasus kali ini Buffett berusaha menciptakan katalisnya sendiri, dengan berusaha mempengaruhi pemegang saham besar lainnya untuk mengambil tindakan/aksi korporasi tertentu yang dapat menstimulasi harga saham perusahaan segera naik. Alhasil, apabila tercapai maka akan terjadi percepatan apresiasi dari saham undervalue tersebut. So yeap, inilah kelebihan menjadi salah satu pemegang saham dengan kepemilikan substansial di satu emiten tertentu. Dan perlu teman-teman ketahui bahwa betul dengan kepemilikan 51% secara umum sudah memiliki kendali atas sebuah perusahaan. Namun demikian dalam praktiknya, tidak semua mata acara dapat kuorum dengan persentase hak suara 51%, melainkan terdapat beberapa mata acara yang baru bisa kuorum dengan mayoritas suara 2/3 (66,67% + 1) dan 3/4 (75% + 1) dari total hak suara perusahaan.

.

Okey, artikelnya akan kita akhiri sampai di sini. Semoga tulisan di atas dapat bermanfaat bagi teman-teman pembaca. Dan sebagai sedikit bocoran, pada serial artikel berikutnya kita akan membahas sebuah perusahaan bernama Sanborn Map, yang notabene merupakan saham Buffett di atas. So stay tune, good luck and happy investing guys!

.

“I’ve always believed that nothing was worth an infinite price.” – Charlie Munger

.

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →