Stock Analysis

Bottom Fishing in – Samudera Indonesia (SMDR)

Bottom Fishing adalah strategi membeli saham yang harganya turun dalam, entah itu karena masalah fundamental ataupun eksternal, dan terkadang membuat harganya berada di bawah nilai intrinsiknya alias undervalue. Kalau teman-teman ingat, banyak sekali emiten perkapalan yang naik puluhan bahkan ratusan % di tahun 2014-2015, bukan karena faktor fundamental, melainkan sebatas sentimen saja, yang terus digembor-gemborkan oleh pemerintah, yakni soal program Tol Laut. Dan betul saja, setelah pemberitaan Tol Laut meredup, saham perkapalan terus turun (cusss), sebut saja LEAD (-89%), WINS (-78%), SOCI (-78%) termasuk saham yang akan kita bahas kali ini, Samudera Indonesia (-53%).

Yeap, jadi judul artikel di atas, maksudnya bukan mancing di laut luas.. hehe.. melainkan memanfaatkan peluang koreksi harga yang terjadi di emiten perkapalan, khususnya di saham Samudera Indonesia (SMDR). Nah, teman-teman mungkin bertanya, sebenarnya apa si yang dimaksud dengan tol laut? dan apakah koreksi yang terjadi pada emiten perkapalan merupakan peluang? Well-well, seperti biasa kita harus kenali perusahaan dan industri perkapalan terlebih dahulu, mari kita mulai!

Company Profile

SMDR adalah salah satu perusahaan transportasi kargo dan logistik terintegrasi yang sudah berdiri semenjak 1964. Disebut terintegrasi karena perusahaan memberikan pelayanan from A – Z, dimulai dari pengambilan barang shipper, transportasi darat, jasa pergudangan, bongkar muat, terminal, transportasi laut dan seterusnya sampai barangnya benar-benar diterima oleh end user. Karena itulah SMDR ini punya banyak sekali anak usaha, tetapi secara garis besar, lini usahanya hanya dibagi 5, yakni Samudera Shipping, Samudera Terminal, Samudera Logistics, Samudera Agencies dan Samudera Properties.

However, kontribusi pendapatan terbesar SMDR adalah dari jasa shipping, dan berbeda dengan emiten perpakalan lainnya yang sangat sensitif dengan satu komoditas saja, misalnya PSSI & MBSS yang mengangkut batu-bara, LEAD & WINS yang bergerak di kapal pendukung lepas pantai (Offshore Support Vessel/OSV) atau BULL & SOCI yang menyediakan tanker untuk oil. SMDR punya kegiatan yang lebih diversified, mencakup jasa peti kemas, curah kering, cair, gas, komoditas, OSV dan baru-baru ini perusahaan juga menyiapkan kapalnya untuk pengiriman Biodiesel/B20. Sehingga kinerja perusahaan relatif lebih stabil, dibandingkan emiten lainnya yang sangat sensitif dengan komoditas tertentu.

Sampai saat ini SMDR sudah mengoperasikan 35 kapal, dengan total kapasitas peti kemas 36,2 rb TEUs (satuan kapasitas kargo). Sebagai perbandingan, berdasarkan website https://alphaliner.axsmarine.com/PublicTop100/, SMDR adalah perusahaan shipping peti kemas dengan daya angkut terbesar ke 35, bukan di Indonesia tetapi di Dunia! Thus, in menandakan bahwa SMDR ini merupakan perusahaan yang sangat besar, yang mana founder-nya sendiri, yakni almarhum Soedarpo Sastrosatomo juga pernah masuk majalah Forbes, sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. Selanjutnya mari kita lihat fundamental perusahaan:

Fundamental Analysis

Laporan Keuangan SMDR, diolah

Apabila teman-teman perhatikan data di atas, kinerja SMDR di Q3 tahun 2018 relatif stagnan, dimana laba bersihnya hanya tumbuh sangat tipis sekali (+0,9% YoY). Dan kalau kita telisik lebih dalam, hal ini disebabkan oleh kenaikan beban pokok, yang mana salah satu faktornya adalah bullish harga minyak di tahun lalu. Ingat, walaupun saya mengatakan kinerja SMDR lebih diversified, tapi hampir seluruh emiten perkapalan sensitif dengan harga minyak dan juga kondisi ekonomi Negara.

Okey, mari kita lanjutkan ke valuasi. Apakah teman-teman melihat hal menarik dari data di atas? Yup, kalau kita perhatikan PBV-nya sudah sangat murah, yakni hanya sekitar 0,4x saja dan yield dividend-nya juga cukup tinggi (±5,8%). By the way, saya sering mendengar bahwa khusus emiten perkapalan kurang tepat kalau kita menggunakan Price to Earning Ratio (PER), karena adanya pos beban depresiasi yang besar. Sehingga lebih disarankan untuk menggunakan Price to Operating Cash Flow (P/OCF), dimana kita hanya menghitung valuasi perusahaan berdasarkan harga sahamnya dibandingkan uang kas operasi yang benar-benar diterima perusahaan. Dan kalau kita hitung, P/OCF SMDR hanya 1,7x, dengan kata lain, kalau kita beli sahamnya sekarang, maka uang kita akan kembali secara tunai dalam waktu 1,7 tahun saja!

Unfortunately, saya kurang setuju dengan analisa tersebut. Karena yang namanya depresiasi tetap harus diperhitungkan, sooner or later kapal-kapal perusahaan akan menjadi tua, produktifitasnya berkurang, dan pada saatnya memang harus diganti. Sehingga lebih tepat kalau kita menggunakan Price to Free Cash Flow (P/FCF), perbedaannya hanya mengurangi arus kas operasinya dengan belanja modal (capital expenditures/capex), dan setelah dihitung, ternyata hasilnya 13,4x alias kurang menarik.

Nah, sebenarnya yang membuat saya tertarik ada pada bagian aset lancar perusahaan. Dimana SMDR punya kas senilai 810 Miliar, sedangkan sahamnya/nilai kapitalisasinya hanya dihargai 1,1 Triliun saja! Ini berarti, ketika kita hendak membeli SMDR, maka kita cukup membayar 290 Miliar (1,1T – 810M) untuk mendapatkan seluruh aset perusahaan seperti tanah, gedung, kapal, kendaraan dan sebagainya, yang senilai 2,2 Triliun, setelah dikurangi seluruh hutangnya! Ngerti nggak? kalau belum ayo baca lagi dari atas 🙂 karena selanjutnya kita bakal ngomongin soal prospek:

Tol Laut

Sampai saat ini, banyak orang-orang yang salah kaprah dengan yang namanya Tol Laut. Jadi tol laut itu bukan jalan di laut untuk menghindari kemacetan atau jalur supaya kapal bisa ngebut, melainkan integrasi seluruh elemen angkutan laut yang ada di Indonesia (dari Sabang – Merauke), melalui pembangunan-pembangunan pelabuhan baru dan peningkatan armada kapal, yang tujuannya untuk menjamin ketersediaan barang, terutama kebutuhan pokok dan mengurangi disparitas harga bagi masyarakat.

In fact, sebetulnya program ini sudah digagas dan dijalankan semenjak era SBY, hanya namanya saja yang berbeda, yakni ‘Pendulum Nusantara’. Hingga kini, pemerintahan kita sudah berhasil membangun 27 pelabuhan baru dan di tahun ini diharapkan akan selesai 5 lagi. Sehingga kalau semuanya betulan selesai, kita bakal punya 60 pelabuhan aktif di akhir tahun 2019 nanti. Well, kita perlu mengapresiasi pencapaian terebut, meskipun progressnya masih jauh dari target pemerintah, yakni membangun 306 pelabuhan baru.

Hanya saya, masih ada satu PR pemerintah saat ini, yaitu memastikan keterisian kapal sewaktu mengangkat muatan balik. Jadi begini, karena dari dulu pengembangan infrastruktur dan ekonomi kita terfokus di pulau Jawa dan hampir seluruh emiten perkapalan headquarternya juga di Jakarta. Sewaktu perusahaan kapal mengirim barang keluar pulau, misalnya ke Bengkulu atau ke Sorong, muatan kirim dari Jakarta ya sudah pasti banyak, akan tetapi daerah-daerah ‘pinggiran’ tersebut tidak dapat mengakomodir keterisian muatan balik ke pulau Jawa.

Dan berdasarkan data Kementrian Perhubungan, di tahun 2018 realisasi muatan berangkat kita sebesar 229.565 Ton, tetapi realisasi muatan baliknya hanya 2,4%nya saja, yakni 5.502 Ton. Nah, inilah yang banyak dikeluhkan oleh emiten perkapalan, dimana perusahaan kerap menanggung kerugian ketika mengangkut muatan balik, karena tingkat keterisian yang rendah. But yeap, hal ini memang terjadi karena pembangunan kita semenjak dulu tidak merata, tapi nantiiiiii kalau pembangunannya sudah lebih merata, harusnya ketimpangan ini bisa berkurang. Sampai saat ini, pemerintah sendiri masih mencari solusi terkait hal ini, dan so far kebijakan yang dikeluarkan adalah subsidi biaya muatan balik, but trust me, the problem is not there 🙂

Peraturan Menteri Perdagangan No. 82/2017

Prospek untuk emiten perkapalan yang kedua adalah permendag yang dikeluarkan semenjak 2017 silam, dimana peraturan ini mewajibkan perusahaan yang melakukan ekspor batu-bara dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) begitupun dengan impor beras maupun impor barang pemerintah diwajibkan menggunakan kapal nasional. Usut punya usut, peraturan ini muncul karena di tahun 2018 kemarin defisit perdangan kita sangat besar, bahkan sempat di bilang terbesar sepanjang sejarah. Dan salah satu penyumbang defisit tersebut adalah kegiatan ekspor/impor transportasi tol laut, yang 93,7%nya dikuasai oleh kapal asing, baru sisanya 6,3% menggunakan kapal bendera merah putih, alhasil defisitnya mencapai -$2,3 Miliar.

However, peraturan ini seharusnya sudah beraku semenjak 1 Mei 2018, tapi karena memang peraturannya juga seakan dibuat tergesa-gesa, karena untuk mengekspor komoditas tersebut membutuhkan spek kapal tertentu dan kapal nasional kita dengan spek tersebut juga masih terbatas, peraturannya ditunda sampai 1 Mei 2020. Dengan demikian eksportir/importir maupun emiten perkapalan diharapkan menyiapkan diri dan mulai shifting sampai peraturan tersebut efektif di tahun depan. Nah, menarik bukan?

Drawbacks

Seyogianya, SMDR ini menarik dan Indonesia sebagai negara maritim terbesar di Dunia, punya prospek yang menjanjikan untuk emiten perkapalan. Tetapi kita juga harus realistis, sulit mengharapkan harga sahamnya bisa naik selama kinerjanya belum bagus. However, yang penting kita sudah menemukan saham yang sangat undervalue! coba anda jumlahkan kas dengan arus kas operasinya di Q3, hasilnya adalah 1,3 Triliun atau sudah lebih besar dibandingkan nilai kapitalisasinya! Jadi kalau nanti prospeknya tiba-tiba berubah, misalnya program tol laut di-stop / permendagnya ditunda lagi. Yasudah, toh kita memang beli saham yang undervalue, right? 🙂

So, strateginya bagaimana? Jadi gini, kalau teman-teman tertarik dengan saham SMDR, boleh mengalokasikan dana menjadi dua bagian, pertama digunakan untuk beli sahamnya di harga sekarang, sedangkan sisanya baru dipakai kalau harganya turun ke level < 260, karena ketika itulah posisi dimana kas perusahaan sudah lebih besar dibandingkan kapitalisasi pasarnya, jadi bukan undervalue lagi, tetapi unbelievable undervalue! Selebihnya kita tinggal bersabar, dan bukannya tugas utama seorang Value Investor memang menunggu, eh?

 

Okeyy, sepertinya saya sudah cukup bicara terlalu banyak di Artikel ini. Semoga teman-teman pembaca mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan membuka pikiran kita lebih luas lagi.. hehe.. Dan kalau ada masukan/pertanyaan silahkan tulis pada bagian kolom di bawah, oh ya tidak lupa saya mengucapkan terima kasih untuk Pak Teguh Hidayat, karena berbicara ‘prospek’ yang saya sampaikan di atas, ga lepas dari pandangan-pandangan beliau yang disharingkan kepada saya. Mohon maap kalau ada kesalahan dalam penulisan di artikel ini, Adios amigos, Goodluck and Happy Investing guys! ciaoo!!! 🙂

 

The future is never clear; you pay a very high price in the stock market for a cheery consensus. Uncertainty actually is the friend of the buyer of long-term values. – Warren Buffett

Tagged

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →

9 thoughts on “Bottom Fishing in – Samudera Indonesia (SMDR)

  1. Saya pemain baru dan belajar bervalue investing dengan mempelajari buku dan membaca berbagai artikel. Saat ini saya pegang PSSI di average 165. Bagaimana pandangan bapak terhadap PSSI secara fundamental? Terima kasih

      1. Saya memegang saham smdr di 500an , menurut pandangan bapak apakah harus diperthankan atau di cut loss? Soalny ruginy sudah banyak

        1. Salam Ibu Sthevani,

          Hemat saya, harga SMDR sekarang di sekitar 200-an sudah murah, sehingga kalau sudah pegang sebelumnya boleh hold saja. Namun jika Ibu all in di SMDR (alokasi SMDR 100% portfolio), maka boleh dipertimbangkan untuk kurangi pegangan dulu. Karena pada kondisi market saat ini, banyak saham-saham yang sudah undervalue dan bisa dipertimbangkan untuk dikoleksi.

          Semoga membantu,

  2. Saya tertarik untuk masuk di sektor pelayaran, karena harga sudah sangat murah, namun sangat sedikit tulisan yang membahas sektor ini, terimaksih sudah berbagi pak. muda2han ada updatenya, soalnya harganya sisa 175 🙂

Comments are closed.