Stock Analysis

Bank Danamon (BDMN) – A Member of MUFG, Seeking Growth Investment Opportunities

Menyambung pembahasan artikel Lesson to Learn from Buffett Partnership Annual Letter – 1958, di mana Warren Buffett membahas pengalaman berinvestasinya di sebuah bank yang bernama Commonwealth Trust. Pada kali ini kita akan menganalisis salah satu bank swasta terbesar di Indonesia, yang mungkin peluang investasinya menyerupai apa yang disampaikan oleh Buffett sebelumnya, yakni sebuah perusahaan yang dikelola oleh manajemen yang baik, bertumbuh, memiliki potensi aksi korporasi kedepannya, dan yang paling penting harganya sedang terdiskon.

Sesuai judul di atas, saham yang akan kita ulas kali ini adalah Bank Danamon (BDMN). So yeap, mari kita pelajari bank yang telah berkali-kali berganti kepemilikan ini:

Brief History of Danamon

Asal usul Bank Danamon dimulai sejak tahun 1976, ketika seorang pengusaha konglomerat bernama Usman Admadjaja membeli sebuah bank yang bernama Bank Persatuan Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1956, lalu langsung diubah namanya menjadi Bank Dana Moneter yang disingkat Danamon. Singkat cerita perkembangan pesat perusahaan barulah terjadi pada tahun 1988, tepatnya ketika ada kebijakan baru yang bernama Pakto 1988 (Paket Oktober 1988 – serangkaian kebijakan pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan industri keuangan di Indonesia). Di mana setelah adanya liberalisasi tersebut, Danamon tancap gas menjadi Bank Devisa pada tahun 1988, mengubah statusnya menjadi perusahaan terbuka di 1989, dan sekaligus berhasil menyentuh aset 1 triliun untuk pertama kalinya.

Berdasarkan buku berjudul 180 derajat karya Pak Arwin Rasyid, yang pernah menjadi direktur utama BDMN. Tepat sebelum terjadinya krisis moneter tahun 1998, BDMN dipersepsikan sebagai bank swasta terbesar ke-3 di kala itu, yang asetnya telah bertumbuh mencapai lebih dari 10 triliun. Namun sayangnya, perkembangan yang sangat pesat itu pulalah yang menjadi musibah bagi perusahaan. Oleh karena adanya ekspansi kredit yang terlalu agresif serta kurang pruden (banyak fasilitas kredit yang berputar di perusahaan afiliasi alias kantong kanan pindah kantong kiri). Maka momen krismon 98 menjadi puncak malapetaka bagi BDMN, di mana kredit macet perseroan naik, hingga menyentuh angka 66%. Teman-teman bisa bayangkan, apabila bank saat ini memiliki NPL > 5% saja sudah dianggap tidak sehat, apalagi jika memiliki rasio yang mencapai 66%. Oleh karena situasi keuangan yang sulit tersebut, pada periode ini keluarga Admadjaja harus rela melepas kepemilikannya di BDMN, dan diambil alih oleh negara melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Pasca dikelola oleh BPPN, BDMN langsung melakukan banyak aksi-aksi korporasi strategis. Dimulai dari merger dengan Bank PDFCI pada tahun 1999, di mana BDMN ditetapkan sebagai entitas yang bertahan. Disusul setahun kemudian, delapan bank yang terdiri dari Bank Tiara Asia, Bank Duta, Bank Nusa Nasional, Tamara Bank, Bank Post Nusantara, Bank Rama, Bank RSI dan Jaya Bank International dimerger ke BDMN. Dan setelahnya, masih terdapat usaha-usaha melakukan ekspansi anorganik melalui akusisi ataupun merger dengan bank-bank lainnya seperti BII, Bank Universal dan Bank Niaga, namun karena satu dan lain hal tidak terlaksana.

Kepemilikan BDMN. Sumber: Laporan Tahunan BDMN 2022

Setelah melakukan serangkaian pembenahan internal serta restrukturisasi keuangan hingga akhirnya Danamon dianggap sehat kembali. Pada tahun 2003, Asia Financial (Indonesia) Pte. Ltd yang merupakan anak usaha dari Temasek Holding (Sovereign Wealth Fund dari Singapura), membeli mayoritas saham BDMN dari pemerintah Indonesia. Berselang 14 tahun kemudian, MUFG Bank mulai melirik BDMN dengan membeli 19,9% saham perusahaan, dan terus meningkatkan kepemilikannya hingga menjadi pemegang saham mayoritas pada tahun 2019 dengan porsi 92,47%. Thus, bagi teman-teman yang belum tahu, MUFG merupakan bank terbesar di Jepang, dengan aset perusahaan yang mencapai 42.000 triliun rupiah dan kapitalisasi pasarnya sekitar $75 miliar, yang notabene menempatkan posisi MUFG sebagai bank terbesar ke-19 di antero perbankan global menurut majalah Fortune. All in all, terdapat empat kali perubahan pengendali perusahaan dari awal mulai berdirinya BDMN hingga saat ini.

Danamon Today

Berdasarkan laporan keuangan audit perseroan tahun 2022, BDMN memiliki aset konsolidasi sebesar 197,7 triliun dan menempati posisi ke-11 berdasarkan aset di Nusantara. Dan selayaknya struktur neraca bank pada umumnya, mayoritas aset perusahaan berada dalam bentuk kredit yang disalurkan, di mana kredit BDMN (Bank Only) mencapai 114,6 triliun, tumbuh 14,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Dan apabila ditelisik lebih lanjut, 62,3% kredit perseroan dalam bentuk kredit modal kerja, 14,4% kredit investasi, dan sisanya merupakan kredit konsumer seperti KPR, KPA, KTA, KK dan lain sebagainya. Alhasil dengan pengelolaan asetnya, BDMN berhasil membukukan laba 3,3 triliun atau tumbuh 110% dibandingkan tahun sebelumnya

Analisis Fundamental ADMF. Sumber: Laporan Keuangan ADMF 2011-2022, diolah *dalam satuan miliar, kecuali dinyatakan lain

Oh iya, yang tidak boleh diabaikan pula dari BDMN ini adalah anak usaha perseroan yang bernama Adira Dinamika Multi Finance (ADMF), angsa emas perseroan yang dibeli sejak tahun 2004 dengan kepemilikan sekitar 92% saat ini. Teman-teman dapat bayangkan, pada posisinya tahun 2019 (sebelum pandemi), ADMF memiliki aset 35 triliun yang tediri dari 27 triliun dalam bentuk liabilitas dan ekuitas 8 triliun. Dan dengan modal tersebut, perusahaan dapat menghasilkan laba 2,1 triliun (ROA 6,0% dan ROE 26,1%). Di mana dengan pengelolaan kredit yang terukur (kredit macet/NPF perseroan tidak pernah melebihi 2,5%), separuh laba ADMF rutin dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham setiap tahunnya. Such a marvelous company!

Okey, kembali ke BDMN. Berikut terlampir data-data singkat serta rasio keuangan perusahaan yang telah diolah:

Analisis Fundamental BDMN. Sumber: Laporan Keuangan & Tahunan BDMN 2011-2022, diolah *dalam satuan miliar, kecuali dinyatakan lain

Berdasarkan data yang telah disajikan di atas, teman-teman dapat melihat secara garis besar beberapa poin yang menurut penulis cukup menarik, diurutkan berdasarkan baris atas ke bawah:

Pertama, pada baris yang ditandai warna oranye. Teman pembaca dapat memperhatikan bahwa harga saham BDMN saat ini relatif lebih rendah dibandingkan posisinya 10 tahun terakhir. Di mana apabila tahun 2011 pergerakan saham BDMN di sekitar @4.150, maka jika dibandingkan harganya saat ini @2.820, artinya saham perseroan telah terkoreksi 45% atau turun 3,8% setiap tahunnya. Dan hal ini terjadi di kala aset perusahaan telah meningkat dari 141,9 triliun ke 197,7 triliun, ekuitas naik hampir 2x lipat dari 25,8 triliun ke 46,8 triliun. Sedangkan untuk laba bersih, memang relatif tidak bertumbuh di kisaran 3,3 triliun.

Kedua, pada baris berwarna biru. Terlihat bahwa manajemen cukup konservatif dalam mengelola permodalan serta kualitas aset perusahaan. Hal ini ditunjukan dengan Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio) yang sebesar 26,3%, jauh di atas persyaratan minimum OJK yang sebesar 8% ataupun 18,5% bagi bank yang termasuk kategori sistemik. Hal ini juga didukung dengan kredit macet (NPL-Gross) yang terukur sebesar 2,6%. Dan lebih dari itu, BDMN telah menyiapkan NPL coverage ratio sebesar 348,5% dari kredit-kredit yang telah disalurkannya, yang artinya dari setiap 1 triliun dari kredit macet yang dimiliki, perusahaan menyiapkan pencadangan sebesar 3,48 triliun. Nah, mungkin ada sebagian dari teman pembaca bertanya, kenapa perusahaan perlu menyiapkan pencadangan sebesar itu? Hal ini tidak lain guna mengantisipasi ketidakpastian ekonomi kedepannya, misalnya pencabutan relaksasi kredit sepenuhnya dari OJK nanti atau adanya perlambatan ekonomi akibat resesi global, yang pada akhirnya mungkin berpotensi meningkatkan kredit macet perseroan. Sehingga pada akhirnya, ketika skenario terburuk terjadi, perusahaan sudah tidak perlu melakukan pencadangan yang sedemikian besar lagi. Atau bahkan sebaliknya, taktala situasi ekonomi ternyata tidak seburuk yang diperkirakan dan mayoritas debitur berhasil pulih, maka perusahaan juga dapat mengembalikan status pencadangan (provisi) sebelumnya, untuk dicatatkan sebagai laba perusahaan.

Ketiga, pada baris yang ditandai warna kuning. Perusahaan juga cukup efektif mengelola rasio intermediasinya. Hal ini terlihat dari rasio LDR yang sebesar 91%, dengan dana murah (CASA) 63,4% meningkat dibandingkan tahun sebelumnya 58,6%. Alhasil, hal tersebut berhasil menopang rasio Net Interest Margin perusahaan menjadi 7,7%, meningkat dari tahun sebelumnya 7,5%. Dan terakhir, pada baris yang ditandai warna merah. BDMN juga rutin membagikan dividen kepada seluruh pemegang sahamnya dengan rasio pembayaran (payout ratio) berkisar 30% – 50%, yang yield-nya berkisar tergantung dari pergerakan saham BDMN. Misalnya ketika artikel ini ditulis, dengan harga saham BDMN di kisaran 2.820 dan dividen 118,3/lembar, maka yield-nya kurang lebih 4,2%.

Attractive Valuation?

Setelah teman-teman memahami fundamental BDMN secara garis besar. Berikutnya kita coba menganalisis apakah valuasinya saat ini cukup menarik dibandingkan kinerja perseroan atau belum. Untuk menjawabnya, mari kita kumpulkan berbagai macam informasi penting terkait perusahaan, kemudian dikupas satu per satu hingga akhirnya dapat memvaluasi BDMN secara rasional.

First of all, apakah teman pembaca ingat bahwa BDMN pernah melakukan aksi tender offer di tahun 2019? Yeap dikarenakan di tahun tersebut ada perubahan pengendali perusahaan dari Temasek ke MUFG. Pengendali baru diwajibkan melakukan penawaran terhadap publik atas saham yang dimiliknya. Di mana keputusannya pada saat itu, setiap satu lembar saham BDMN dihargai oleh MUFG pada harga @9.590, atau dengan asumsi nilai buku perseroan sebesar 45 triliun, maka nilai pembeliannya berada pada kisaran PBV 2,1x.

Rasio PER, PBV dan ROE BDMN tahun 2011-2022. Berdasarkan LK BDMN, diolah

Namun demikian, berdasarkan data pergerakan valuasi BDMN secara historis sejak tahun 2011 di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kecuali pada aksi korporasi tender offer-nya. Maka normalnya, BDMN tidak pernah diperdagangkan mencapai PBV 2,1x, setinggi-tingginya pada PBV 1,9x di tahun 2013, itupun ketika ROE perusahaan berhasil menyentuh level 14,0%. Dan jika kita melihat secara keseluruhan, rata-rata valuasi sahamnya berada di kisaran PER 14,9x dan PBV 1,2x, dengan ROE rerata 8,4%. So yeap, rasanya kurang bijak sebagai value investor yang wajib menerapkan analisis konservatif, jika memvaluasi perusahaan pada titik tertingginya.

Catatan Kaki Aset Tetap BDMN. Sumber: LK Audit BDMN 2022

Kemudian sedikit nilai tambah bagi BDMN adalah nilai buku tercatat perseroan belum mencerminkan nilai wajar sesungguhnya, hal ini dikarenakan aset tetap perseroan masih dicatat berdasarkan harga perolehan. Sebagai contoh, perusahaan memiliki aset 2,2 triliun yang disusutkan penuh namun masih digunakan. Selain itu terdapat nilai tanah dan bangunan yang berdasarkan NJOP nilai pasarnya 3,6 triliun, namun masih dicatat sebesar 2,1 triliun pada LK perseroan. Di lain sisi hal-hal tersebut juga diimbangi dengan aset-aset tidak riil BDMN, seperti aset tak berwujud dan goodwill perusahaan yang mencapai 1,7 triliun.

Informasi terakhir, adalah potensi merger BDMN dengan salah satu bank swasta lainnya. Hal ini disebabkan MUFG yang dirumorkan mengincar salah satu bank di Indonesia. Dan memang apabila MUFG betul melakukan ekspansi anorganik tersebut, maka berdasarkan kebijakan Single Presence Policy OJK, dapat menjadi sentimen positif melalui kewajiban merger dengan BDMN. Hal ini tidak lain disebabkan karena investor asing hanya boleh memiliki satu bank nasional saja. Mengutip salah satu berita wawancara Japan Times dengan Mitsubishi UFJ Financial Group CEO Hironori Kamezawa, beliau pernah mengatakan bahwa siap menginvestasikan ¥2 trillion ($15.2 billion/225 triliun rupiah) untuk melakukan aksi korporasi buyback share or investing for growth (inorganic), dengan target utama pasar asia tenggara yang masih terus bertumbuh. Hal ini dikarenakan investasi di Jepang yang sudah kurang prospektif, di mana marketnya telah mature, usia rata-rata masyarakat semakin menua dan jumlah populasinya juga relatif menurun. Di mana dari pernyataan tersebut, serta kunjungan Mr. Hironori Kamezawa langsung ke Indonesia pada tahun lalu, sedikit mendukung isu/rumor akuisisi tersebut.

Namun demikian, mengambil keputusan investasi murni berdasarkan rumor pasar lebih mendekati spekulasi dibandingkan investasi. Dan seandainya anggaplah benar terjadi, maka mungkin prosesnya bisa baru terjadi lama dari sekarang. Seperti surat tahunan Buffett sebelumnya yang mengatakan ‘evidence to the effect that eventually this value would be unlocked although it might be one year or ten years.’ terkait potensi merger perusahaan investasinya. Sehingga sama halnya seperti Buffett yang menerapkan ‘low expectation‘ terkait aksi korporasi perusahaan, kita bisa menganggapnya sebagai pemanis saja.

Pada akhirnya, apabila pada studi kasus Buffett sebelumnya memvaluasi sebuah saham bank di US dengan PER 12,5x. Maka dengan ekspektasi normalisasi laba BDMN kedepannya yang pulih ke level pra-pandemi, didukung dengan pencadangan yang mencukupi dan kinerja anak usaha yang positif. Penulis mengestimasi nilai wajar konservatif BDMN pada PER 10x dan/atau PBV 0,9x, tepatnya pada nilai kapitalisasi pasar 40 triliun, ekuivalen margin of safety sebesar 33%. Well, is this a great deal?

Investing in stocks is an art, not a science, and people who’ve been trained to rigidly quantify everything have a big disadvantage. – Peter Lynch

Tagged , ,

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *