Stock Analysis

Modernland Realty (MDLN) – Financial Distressed

Tepat pada tanggal 30 September 2020, bursa melakukan suspensi (pengehentian sementara perdagangan efek) saham Modernland Realty (MDLN). Tak pelak, hal ini dikarenakan perseroan tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran kupon Obligasi Modernland VIII. And yeap, apabila teman-teman mengikuti perkembangan berita, sebelumnya perusahaan baru saja berhasil merestrukturisasi obligasi lainnya, yang senilai 150 Miliar Rupiah. Di mana untuk tingkat bunga pinjaman, tenor, hingga jadwal pelunasan pokoknya telah diperbaharui serta diringankan. Thus, untuk obligasi yang saat ini sedang bermasalah, masih dalam proses pengajuan restrukturisasi di Pengadilan Singapura, dan hasilnya baru dapat diketahui beberapa waktu ke depan.

Nah, bagaimana efek suspensi saham MDLN terhadap operasional perusahaan? Dan adakah peluang saham MDLN bisa kembali diperdagangkan di BEI? Jika iya, bagaimana dengan prospeknya? Well, di artikel kali ini kita akan coba menjawab beberapa hal tersebut. Dan seperti biasa, mari kita kenali dulu profil dari perusahaan tercatat ini.

Company Profile

Modernland Realty, merupakan perusahaan pengembang properti yang telah berdiri sejak tahun 1983. Dan baru beroperasi secara komersil 6 tahun setelahnya, yakni di tahun 1989, dengan peluncuran proyek perdananya, yatu Kota Modern, yang berlokasi di Tangerang, Banten. Kini, emiten yang dikenal sebagai pelopor kawasan industri halal pertama di Indonesia, sudah berhasil menempati urutan ke-10 berdasarkan total nilai aset yang dimiliki, dibandingkan seluruh perusahaan properti tercatat lainnya.

Well, apabila teman-teman telisik lebih dalam, karakteristik pendapatan MDLN ini agak sedikit unik jika dibandingkan emiten properti sejenis lainnya, yang sumber pendapatannya secara umum, fokus di satu segmen tertentu. Di mana untuk MDLN, pendapatan utama perusahaan berasal dari 2 segmen utama, yakni: 1. Residensial, penjualan rumah tapak, dan 2. Industrial, penjualan lahan industri. Yang mana, pada periode tertentu, penjualan industri dapat mendominasi pendapatan perusahaan, dan di waktu yang lain, pendapatan utama perusahaan bisa berasal dari segmen residensialnya. Sebagai contoh, pada Q1-2020 kemarin, dari total  marketing sales MDLN yang mencapai 679 Miliar, hampir separuhnya berasal dari penjualan lahan industri. Oh ya, sebetulnya masih ada kontribusi pendapatan lainnya yang sifatnya berulang, yaitu dari jasa Hospitality seperti hotel, lapangan golf, restoran dan sebagainya. Namun demikian, nilainya relatif kecil dibandingkan pendapatan residensial maupun industrial.

Foto Proyek Terbaru MDLN: Modernland Cilejit. Sumber: industry.co.id

Berdasarkan informasi terbaru yang didapatkan dari manajemen, fokus MDLN untuk beberapa tahun mendatang adalah mengembangkan 3 proyek berikut:

  1. Modern Cikande & Modern Halal Valley, kawasan industri yang berlokasi di Cikande, Serang-Banten.
  2. Jakarta Garden City, integrated township di Cakung, Jakarta Timur.
  3. Dan proyek terbarunya, Modernland Cilejit, new lifestyle township di Tangerang, Banten.

Dan yang menarik adalah, meskipun dalam hal ini saham MDLN sedang disuspensi oleh pihak BEI. Tetapi perusahaan masih sangat aktif mengembangkan ke-3 proyek di atas (Jakarta Garden City Kebut Pembangunan New East), gencar melakukan promosi penjualan (Modernland Cilejit Siap Pasarkan Tahap Ketiga), hingga membuka loker untuk beberapa posisi tertentu.

Pertanyaannya sekarang, kok bisa perusahaan yang sudah berdiri sejak lama, dan tentunya cukup berpengalaman di bidang properti, gagal memenuhi kewajibannya? Karena apabila teman-teman hitung kasar, kupon obligasi MDLN, yang harus dibayar hanya sekitar 240 Miliar/Tahun. Atau jika pembayarannya semi-annually, hanya sekitar 120 Miliar saja, which is relatif tidak besar dibandingkan total aset perusahaan yang mencapai 17 Triliun. Nahuntuk menemukan jawabannya, mari kita lihat kondisi fundamental perusahaan berikut:

Fundamental Analysis

Sumber: LK MDLN Q1-2020

Dari Laporan Keuangan (LK) tebaru yang dirilis oleh emiten, kita dapat melihat bahwa terjadi penurunan kas dan setara kas yang signifikan, dari 554 Miliar menjadi 180 M, alias berkurang -67,4%. Pertanyaan selanjutnya, kemana perginya uang segitu banyak, dalam waktu 3 bulan? Yeap, setelah mencermati LK emiten, ada 4 hal yang menyebabkan kas milik MDLN terkikis:

  1. Pada periode 1 Januari – 31 Maret 2020, yakni sebelum Indonesia dilanda kepanikan Covid-19, emiten masih cukup gencar mengembangkan proyek-proyek yang dimiliki, yang kemungkinan untuk pengembangan JGC dan Cilejit. However, penggunaan kas untuk pengembangan tersebut tidak didukung dengan penerimaan kas dari konsumen, atau dengan kata lain dalam hal ini manajemen kurang sukses menagih piutang perusahaan.
  2. Adanya pembayaran beban bunga senilai 122 Miliar. Dan apabila teman-teman telaah, porsi hutang berbunga MDLN sudah menyentuh rekor all time high, yang nilainya mencapai 6,6 T di akhir Maret kemarin.
  3. Terdapat dana yang dibatasi penggunaannya, sebesar 72 M. Yeap, dana yang dibatasi di sini merupakan dana pencairan KPR dari bank, yang baru dapat dicairkan/digunakan oleh emiten, disesuaikan dengan termin pembayaran konsumen KPR pada bank tersebut.
  4. Terakhir, pada awal tahun 2020, terdapat hutang jatuh tempo sebesar 90,1 M kepada Bank BRI, yang pada saat ini telah dilunasi oleh perusahaan.

Alhasil, karena ke-4 hal di atas, ditambah dampak pandemi Covid-19, berdampak terhadap likuiditas perusahaan. Sehingga memicu terjadinya financial distress.

Sumber: Materi Publikasi MDLN dan Berita Media, diolah

Okey, Pak Zomi, kalau sudah begini adakah peluang saham MDLN hidup kembali? Nah, jawabannya tentu saja ada. Dan hal ini sangat bergantung pada beberapa hal berikut: 1. Kemampuan manajemen melobi mayoritas pemegang obligasinya agar setuju melakukan restrukturisasi. 2. Perusahaan harus dapat sesegera mungkin, mencairkan seluruh aset lancarnya, yang terdiri dari piutang usaha senilai 1,9 T, serta menjual persediaan-persediaan stok rumah, tanah, ruko dan unit apartemen yang siap dijual, di mana nilai bukunya mencapai 1,3 T. 3. Melikuidasi beberapa aset jangka panjang, khususnya land bank yang dimiliki oleh MDLN, yang nilai pasarnya mencapai 15,6 T, berdasarkan hitungan konservatif penulis pada gambar di atas.

Conclusion

Sejatinya, apabila tidak ada permasalahan soal likuiditas perusahaan, bahkan tanpa perlu menghitung Net Asset Value, valuasi MDLN pada harga 51 sudah sangat-amat murah, yakni hanya 0,09x. Namun yeap, meminjam peribahasa berikut: tidak ada asap jika tidak ada api, kemungkinan harga saham MDLN juga tidak akan dihukum pasar sedalam ini, apabila tidak ada problem likuiditasnya.

Neverthless, di luar valuasinya yang murah, apabila teman-teman cermati LK MDLN, terdapat beberapa akun yang dapat ‘menyesatkan’ investor, apabila kita menelan mentah-mentah angka yang disajikan. Misalnya ada pos aset keuangan derivatif sebesar 1,4 T pada bagian aset tidak lancar, yang nilainya dipengaruhi oleh contract options. Selanjutnya, terdapat akun goodwill senilai 1,1 T, di mana seperti kita ketahui pencatatannya hanya disebabkan ada lebih bayar ketika MDLN mengakuisisi perusahaan lain di masa lalu, sehingga nilai riilnya jika kita mau konservatif adalah 0 Rupiah. Dan terakhir, sekitar 41% total piutang yang dimiliki MDLN pada Q1-2020 atau tepatnya 793 M, berasal dari pihak berelasi.

Sumber: Laporan Keuangan MDLN, diolah

Last but not least, rasanya kurang bijak apabila kita mengatakan bahwa permasalahan keuangan MDLN baru terjadi baru-baru ini, atau karena adanya pandemi Covid-19. Karena kalau kita telisik agak jauh kebelakang, persoalan perusahaan telah dimulai ketika tahun 2012 (booming properti), di mana manajemen sangat agresif melakukan berbagai macam ekspansi (akuisisi hotel, pembeliaan tanah, akuisisi perusahaan lain, dsb) yang dibiayai dengan hutang berbunga. Sedangkan di lain sisi, manajemen kurang sukses mengelola piutang serta persediaan yang dimiliki, terlihat dalam hampir 10 tahun terakhir kolektibilitas piutang maupun perputaran persediannya terus melambat. Walhasil, sahamnya sempat mendekap di zona gocap, hingga akhirnya disuspensi.

So yeap, bagaimana pandangan teman-teman terhadap saham MDLN saat ini? Oh ya, by the way teman-teman pernah mendengar saham dengan kode MDRN??

 

Remember that reputation and integrity are your most valuable assets, and can be lose in a heartbeat. – Charlie Munger

Tagged ,

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →

4 thoughts on “Modernland Realty (MDLN) – Financial Distressed

  1. saya ingin bertanya pak zomi, mengapa jika perusahaan mempunyai piutang dengan pihak berelasi dapat dikatakan kurang baik? -terimakasih pak zomi-

    1. Salam Pak Reynold,

      Tidak selalu piutang kepada pihak berelasi itu buruk. Namun demikian, dalam kasus MDLN piutang pihak berelasi tersebut sudah muncul di Aset Lancar (yang artinya likuid dan bisa dicairkan dalam waktu 1 tahun atau kurang) semenjak Q2 2018. Itu artinya piutang tersebut, tidak tertagih selama 2 tahun. Dan hal ini menandakan ada hal yang kurang baik, entah manajemen MDLN yang kurang sukses menagih piutangnya, atau pihak berelasi tersebut yang memang tidak mampu memenuhi kewajibannya.

      Semoga membantu,

  2. Pak Zomi,

    Terima kasih atas ulasannya. Kalau boleh saya tahu, maksud kalimat ini apa ya, Pak “Misalnya ada pos aset keuangan derivatif sebesar 1,4 T pada bagian aset tidak lancar, yang nilainya dipengaruhi oleh contract options”? Saya kurang paham bagian ini.

    Akan saya tunggu tanggapannya. Terima kasih.

  3. “You can’t make a good deal with a bad person”

    Semurah apapun percuma. 😀

Comments are closed.