Life as a Value Investor

Credit Risk and Margin Financing

Berkshire Hathaway, yakni perusahaan yang dimiliki sekaligus dipimpin oleh Warren Buffett. Baru saja mengadakan RUPS tahunannya, tepatnya di tanggal 2 may 2020. And yeap, berbeda dari tahun 2019, yang acaranya dihadiri lebih dari 40.000 orang dari berbagai belahan dunia. Maka di RUPS kali ini, akibat adanya Covid-19, acaranya hanya dihadiri oleh segelintir orang saja, bahkan rekan sejiwa Buffett, yaitu Charlie Munger tidak menghadiri acara tersebut.

Actually, jika kita bandingkan dengan RUPS emiten di Indonesia, sebetulnya apa sih yang membedakan appetite begitu banyak orang jauh-jauh datang ke Omaha untuk menghadiri acara RUPS Berkshire? Well, di samping tentunya kita mau melihat langsung seorang Warren Buffett beserta perusahaan-perusahaan yang dimilikinya. Pada RUPS tersebut juga ‘the oracle of omaha’, selalu memberikan insight-insight dari pengalamannya berinvestasi, mengelola perusahaan, atau bahkan hanya sebatas nasihat sederhana, seperti yang akan kita bahas kali ini. Oh ya, bagi teman-teman yang belum sempat menonton acara RUPS Berkshire, saat ini sudah bisa menonton siaran ulangnya di Berkshire Hathaway Annual Shareholders Meeting 2020 – Youtube. Sekarang, mari kita mulai artikelnya:

The Risk of Using Credit Card Debt

Apabila teman-teman sudah selesai menonton video di atas, sebetulnya cukup banyak aktivitas-aktivitas Berkshire yang bikin penasaran. Misalnya, kenapa perusahaan masih belum menggunakan kas dan setara kas dengan nilai yang jumbo. Atau, mengapa keputusan Buffett belakangan kontradiktif dengan statement-nya dulu yang mengatakan ‘be greedy when others are fearful’, di mana alih-alih membeli saham, beliau malah melakukan hal yang sebaliknya. Nah, saat ini sudah banyak yang memiliki spekulasi terkait hal-hal tersebut, ada yang mengatakan Buffett melihat bahwa pasar saham masih bisa turun lebih dalam lagi, kas yang tersedia harus di maintain untuk menopang perusahaan-perusahaannya yang berada di industri keuangan, atau akan terjadi new normal yang membuat beberapa perusahaan di sektor tertentu menjadi tidak atraktif sehingga harus dijual.

However, di luar hal-hal di atas, menjelang akhir acara RUPS tahunannya, ada satu pesan dari Buffett yang cukup berkesan untuk penulis. Di mana, meski beliau memiliki banyak perusahaan di industri perbankan, tetapi Buffett malah memberikan nasihat supaya orang-orang menghindari penggunaan kartu kredit (yang notabene salah satu produk utama bank) secara berlebihan. Bahkan ada satu kalimat Buffett yang mengatakan bahwa, jika dirinya memiliki uang lebih, namun di saat yang sama memiliki pinjaman kartu kredit dengan bunga sekitar 18%.tahun. Hal pertama yang akan dilakukannya adalah segera melunasi hutangnya terlebih dahulu, dan itulah keputusan terbaik dibandingkan seluruh ide investasi yang dimilikinya.

And yeap, penulis langsung tergelisik untuk mencari informasi terkait bunga kartu kredit di Indonesia. Dan ternyata, Pak Perry Warjiyo sendiri, selaku Gubernur BI, mengatakan bahwa beban bunga kartu kredit di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia, di mana suku bunganya mencapai 26,6%/tahun.

Sebagai perbandingan, andaikata teman-teman menempatkan dana di instrumen investasi terbaik untuk jangka panjang, yakni IHSG. Maka return rata-rata selama 20 tahun terakhir, hanya sebatas 11,8%, atau kita masih rugi -14,8% dibandingkan bunga kartu kredit. Okey, katakanlah kita berhasil memilih salah satu saham terbaik yang ada di BEI, misalnya BBCA dengan imbal hasil 23,1%/tahun. Maka imbal hasilnya-pun relatif lebih kecil dibandingkan beban bunga kartu kredit. Dan meski BBCA setiap tahun membagikan dividen, yang mana return-nya jika digabung mungkin bisa lebih besar dari bunga kartu kredit, tetapi kita juga belum menghitung biaya-biaya lainnya untuk penggunaan fasilitas kartu kredit, seperti iuran tahunan, denda keterlambatan, materai dan sebagainya.

Thus, meski dari kalimat di atas kesannnya kartu kredit semacam ‘rentenir’. Tetapi sejatinya, jika teman-teman bijak memanfaatkan alat pembayaran yang satu ini, banyak keuntungan dapat kita peroleh. Contohnya, kita gunakan untuk membeli barang promo/diskon dengan menggunakan kartu kredit dari bank tertentu, memudahkan pembayaran, terutama di zaman sekarang yang serba online. Atau sebetulnya teman-teman juga bisa mendapatkan pinjaman tanpa bunga selama 1 bulan, misalkan deadline pembayaran kita adalah tanggal 20, maka teman-teman bisa menggunakan kartu kredit tersebut di tanggal 21, dan baru bayar di tanggal 20 bulan depannya.

Maka, sependapat dengan Buffett, bagi teman-teman yang masih memiliki kewajiban dengan bunga yang relatif tinggi, sebaiknya kita fokus melunasi hutang tersebut terlebih dahulu. Dan baru, jika ada lebihnya, kita gunakan untuk berinvestasi saham. Okey Pak Zomi, saya sudah tidak punya hutang, kewajiban semua sudah dilunasi, apajak bijak jika kita menggunakan fasilitas marjin supaya memaksimalkan keuntungan portofolio?

Margin Financing

Nah, bagi teman-teman yang belum tahu, umumnya sekuritas di Indonesia memiliki yang namanya fasilitas marjin, atau biasa lebih dikenal dengan margin trading. Di mana dengan fasilitas ini, seorang investor dapat membeli saham lebih besar dibandingkan dana yang dimilikinya. Misalnya teman-teman memiliki uang 1 Miliar Rupiah, maka jika normalnya kita hanya bisa membeli saham maksimal dengan dana yang dimiliki, maka dengan masilitas margin trading kita dapat membeli saham sampai 2 Miliar. Namun demikian, tentunya fasilitas tersebut tidak gratis adanya, melainkan ada beban bunga yang harus kita bayarkan kepada sekuritas tersebut, biasanya setiap akhir bulan. Dan teknisnya nanti, satu sekuritas dengan sekuritas lainya bisa memiliki kebijakan yang berbeda, misalnya beban bunga per tahunnya (sekitar 16-18%), saham-saham yang boleh dibeli di rekening marjin, nilai jaminan/collateral saham, dan seterusnya.

And yeap, penggunaan marjin ini sebetulnya seperti pedang bermata dua, jika analisa teman-teman benar, maka kita akan mendapatkan jackpot, dalam hal ini capital gain yang besar. Tapi sebaliknya, apabila analisa kita keliru, kerugiannya juga akan jauh lebih besar. Supaya memudahkan pemahaman terkait margin trading, teman-teman dapat mencermati ilustrasi berikut:

Sumber: finance.yahoo.com

Misalkan ada 3 orang investor yang berinvestasi menggunakan fasilitas marjin dan berhasil memilih salah satu winning stock di BEI, yaitu Indah Kiat Pulp & Paper (INKP), senilai 1 Miliar. Satu-satunya yang membedakan ketiga investor tersebut adalah periode membeli sahamnya, investor pertama membeli 1 tahun sebelum INKP menyentuh level 19.000. Investor kedua, 5 tahun sebelum itu, dan investor ketiga lebih lama lagi, yakni sudah membeli sahamnya dari tahun 2008 alias 10 tahun sebelum INKP naik signifikan. Thus, jika beban bunga yang harus dibayarkan tiap investor tersebut adalah 16%, maka berikut adalah selisih keuntungan masing-masing investor, dengan menggunakan perhitungan yang disederhanakan:

Dari data di atas kita dapat melihat bahwa, bagi investor yang membeli INKP 1 tahun terakhir, dia berhasil melipatgandakan keuntungannya dengan fasilias marjin. Yang mana, jika sekedar mengandalkan dana tersedia, nilai portfolionya hanya menjadi 17,9 Miliar, alias separuh nilai portfolio jika investor tersebut memanfaatkan fasilitas marjin, yang sekitar 35,6 Miliar. Sedangkan investor kedua, yang sudah menyimpan saham INKP sejak tahun 2013, maka nilai portofolionya, dengan atau tanpa menggunakan rekening marjin, relatif sama. Dan terakhir, investor ke-3 yang terlalu dini membeli saham INKP, meskipun pada akhirnya membukukan keuntungan 8,5 Miliar dengan menggunakan marjin, sejatinya investor tersebut akan lebih untung jika hanya mengandalkan modalnya saja. Di mana karena tidak ada beban bunga yang perlu dibayarkan kepada sekuritas setiap bulannya, maka nilai portfolio yang akan diraih pada tahun 2018 adalah senilai 20,6 Miliar.

Thus, dari ilustrasi di atas kita dapat melihat keuntungan dan kerugian penggunaan fasilitas marjin. However, ada sedikit catatan sebelum teman-teman memutuskan untuk menggunakan fasilitas marjin yang disediakan sekuritas. Pertama, kita harus mengetahui syarat beserta hal-hal teknis dari penggunaan margin, misalnya perhitungan collateral saham yang bisa diperdagangkan di rekening margin, rasio margin call, dan seterusnya. Kedua, percayalah apabila teman-teman tidak terbiasa berhutang, maka penggunaan marjin malah akan menjadi beban tersendiri, terutama dalam psikologi kita berinvestasi. Dan bukan tidak mungkin pada skenario investor ke-2 dan ke-3, karena saham INKP yang tidak kunjung naik, mereka malah menjual sahamnya di tahun 2017 dan membukukan kerugian yang besar.

Terakhir, dalam ilustrasi di atas ketiga investor tersebut berhasil memilih satu saham yang menjadi twenty bagger (saham dengan kenaikan 20x lipat), dan tepat menjual di harga pucuknya. Pada praktiknya, alih-alih memilih winning stock, bisa saja analisa kita keliru dan membeli losing stock. Oh ya, dan belum tentu semua saham yang bisa diperdagangkan di rekening marjin, memiliki fundamental yang bagus. Sebagai contoh, perusahaan Trada Alam Minera (TRAM), yang sahamnya saat ini sedang disuspensi terkait kasus Jiwasraya. Dulu pernah masuk indeks LQ45, dan itu artinya kita bisa menggunakan fasilitas marjin untuk membeli saham tersebut.

 

Okeyy, tentunya pemilihan marjin atau tidak, keputusan masing-masing investor. Dan pastinya, harus kita sesuaikan dengan karakter investasi kita masin-masing. However, saya pribadi lebih cenderung setuju dengan apa yang Grandpa Buffett sampaikan di RUPS Berkshire, ‘we run Berkshire so that we literally try to think of the worst case of not only just something going wrong, but others things going wrong at the same time.’ Dan pada kesempatan lainnya beliau mengatakan ‘we take very much a worst case scenario in the mind that probably is a considerably worse case the most people do’. Yang pada intinya, beliau sangat konservatif dalam mengelola perusahaan, dan mengantisipasi penuh terhadap kondisi yang ‘low probability – high impact events’. So yeap, bagaimana menurut teman-teman sendiri?

 

My partner Charlie (Munger) says there is only three ways a smart person can go broke: liquor, ladies, and leverage. Now the truth is — the first two he just added because they started with L — it’s leverage.

Tagged , , , ,

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →