Book review

Estimating Intrinsic Value – Through Earnings per Share Growth

Pada salah satu bagian buku Buffettology, karya Mary Buffett dan David Clark. Disampaikan bahwa terdapat sebuah metode yang bisa digunakan untuk mengukur nilai intrinsik saham, yakni menggunakan informasi historis laba per saham perusahaan. Kali ini, penulis akan mengulas metode tersebut yang mudah-mudahan dapat disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diserap oleh teman pembaca semua. Tentunya metode yang akan disampaikan nanti, tidaklah sempurna. Terdapat kelebihan serta kekurangan yang akan disampaikan nanti, serta teman-teman juga dapat mengunduh file excel ‘future value projection growth’ pada bagian akhir artikel.

Sedikit intermeso sebagai pengingat, laba per saham atau dikenal dengan istilah earning per share (EPS) adalah nilai yang diperoleh dari membagi laba dengan jumlah saham beredar perusahaan. Misal, perusahaan A memiliki laba dalam setahun 1 triliun, dan jumlah saham beredarnya sebanyak 1 miliar lembar. Maka setiap lembar kepemilikan, memiliki hak laba sebesar 1.000 rupiah. Hal tersebut berlaku juga kelipatan, seandainya teman-teman memiliki 5 lembar saham, artinya kita memiliki hak sebesar 5.000 rupiah (5 lembar x 1.000 rupiah) atas keuntungan perusahaan.

Grafik Pertumbuhan Laba Bersih Selamat Sempurna, kode ticker: SMSM. Salah satu perusahaan yang konsisten membukukan pertumbuhan laba. Sumber: Laporan Tahunan

Namun demikian, lika-liku jalannya bisnis tidaklah konstan. Seperti yang teman-teman ketahui, kinerja sebuah perusahaan bisa naik dan turun dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Akan tetapi bagi segelintir perusahaan dengan fundamental yang superior, mereka dapat membukukan kinerja yang lebih terprediksi, atau dalam hal ini laba perusahaan konsisten bertumbuh setiap tahunnya, seperti contoh pada kinerja laba emiten Selamat Sempurna (SMSM) di atas. Dan terkhusus perusahaan-perusahaan seperti inilah, yang dapat kita analisa menggunakan metode perhitungan nilai intrinsik berdasarkan EPS nanti.

Pertama-tama kita perlu mengetahui data-data yang dibutuhkan terlebih dahulu. Dan yeap, daftar informasi yang diperlukan adalah sebagai berikut:

*file excel perhitungan nilai intrinsik berdasarkan EPS
  1. Harga historis saham (minimal 10 tahun terakhir). Di mana untuk data harga saham banyak tersedia di mbah google, misalnya dari Yahoo Finance, Google Finance, Stockbit, ataupun data yang disajikan oleh sekuritas.
  2. EPS perusahaan (minimal 10 tahun terakhir), yang datanya disajikan pada laporan keuangan, laporan tahunan, ataupun aplikasi saham yang menyajikan data fundamental emiten.
  3. Price Earning Ratio (PER), merupakan rasio yang diperoleh dari harga saham dibagi dengan EPS. Rasio PER, perlu kita gunakan untuk menilai tinggi atau rendahnya pasar menghargai sebuah saham dalam periode minimal 10 tahun terakhir.

Nah, sekarang kita akan mengaplikasikan metode perhitungan nilai intrinsik untuk emiten Astra International (ASII), yang notabene saat ini didapuk sebagai perusahaan swasta terbesar di Indonesia, berdasarkan pendapatannya.

Pergerakan Saham ASII. Sumber: Yahoo Finance

Teman-teman dapat mulai dari mengumpulkan informasi pergerakan harga saham ASII 10 tahun terakhir. Contoh harga penutupan ASII di tahun 2023 adalah @5.650, kemudian 2022 di level @6.075, dan seterusnya, kita dapat mengisinya di sel excel terlampir.

Sumber: Laporan Keuangan ASII 2023, audit
Sumber: Laporan Tahunan ASII 2023

Setelahnya, teman-teman dapat melengkapi data EPS yang dapat diperoleh dari laporan keuangan atau laporan tahunan seperti gambar di atas, maupun sumber informasi terpercaya lainnya.

Perhitungan Future Value ASII

Setelah mengisi harga saham dan EPS pada bagian sel excel berwarna kuning, maka otomatis kita akan mendapatkan nilai PER, Compounded Annual Growth Rate (CAGR) EPS, Mean PE, Fair Vaue, hingga Expected Return perusahaan ASII.

Nah, dari data tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa kinerja ASII dalam 10 tahun terakhir, EPS-nya bertumbuh dengan CAGR 5,7%/tahun. Dan apabila teman-teman menganggap CAGR tersebut wajar, dengan fundamental perusahaan yang baik, bisnis terdiversifikasi dan ditopang potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka kita dapat mengasumsikan bahwa dalam 10 tahun ke depan, EPS perusahaan berpotensi naik ke level 1.456 rupiah. Kemudian, manakala ASII ke depan dapat diperdagangkan pada valuasi rata-ratanya dalam 10 tahun terakhir kembali di PER 13,4x, artinya dengan membeli saham ASII di harga @5.100 (PER 6,1x, posisi ketika artikel ini ditulis), harganya berpotensi terangkat ke kisaran @19.533 di tahun 2034 nanti, atau CAGR sebesar 14,4% per tahunnya.

All in all, dalam kasus ASII yang expected return-nya sebesar 14,4% per tahun, penulis menganggap valuasi tersebut cukup atraktif. Karena jika kita bandingkan dengan yield surat hutang pemerintah Indonesia yang saat ini berkisar 7% per tahun, selisihnya dua kali lipat. Namun teman-teman perlu ingat, bahwa seperti namanya ‘expected‘, terdapat ketidakpastian serta risiko saham dibandingkan yield obligasi pemerintah yang boleh dibilang ‘risk free’. Sehingga metode perhitungan nilai intrinsik di atas, baiknya hanya sebatas untuk melengkapi analisa kita terhadap bisnis, prospek, industri, manajemen, dan lainnya, dari satu saham tertentu.

Berikut adalah file excel yang dapat teman-teman download:

Sedikit catatan tambahan, tidak seluruh saham dapat diaplikasikan perhitungan nilai intrinsiknya menggunakan metode di atas. Hemat penulis perusahaan yang hendak dianalisa, perlu memenuhi tiga kriteria berikut: 1. Skalabilitas, yakni perusahaan dengan economic of scale yang besar, teman-teman juga bisa menggunakan filter daftar perusahaan fortune 100 Indonesia, yang kisaran omsetnya mulai dari 10 triliun ke atas. 2. Stabilitas, rekam jejak kinerja perusahaan 10 tahun terakhir, khususnya untuk pendapatan dan laba perusahaan, dan hati-hati seandainya ada lonjakan laba di satu periode tertentu, karena mungkin bukan berasal dari faktor operasional. Dan 3. Prediktabilitas, prospek perusahaan kedepannya cerah, yakni produk ataupun jasa yang ditawarkan masih akan relevan dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan.

.

Okeyyy, semoga teman pembaca mendapatkan ilmu yang bermanfaat dari artikel di atas. Apabila terdapat pertanyaan maupun masukan, silahkan mengisi kolom komentar. Good luck and happy investing!

.

If you look at a corporate stocks, it’s obvious you can buy any maturity of government bond you want. So one opportunity cost of buying the stock is to compare it with a bond. But you may find that half the stocks in America, you’re so fearful about or know so litter about or think so poorly of, that you’d rather have the government bond. So on an opportunity cost basis, they’re taken out of the filter.

Now, you start finding corporations where you like the stocks way better than government bonds. You got to compare them one against the other. And when you find one that you regard as the best opportunity, that you can understand as the best opportunity, now you’ve got one to buy. It’s a very simple idea. It uses nothing buy the most elementary ideas from economics or game theory. It’s child’s play as a mental process. Now, it’s hard to make the business appraisals. But the mental process is a cinch.” – Charlie Munger

Tagged ,

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *