Salah satu perbincangan yang kerap diperdebatkan oleh kalangan investor, adalah terkait saham-saham yang valuasinya sedemikian murah, namun harganya sangat sulit untuk naik ke nilai wajarnya. Well, pada artikel kali ini, kita tidak akan menyimpulkan mana yang benar ataupun yang salah dari perdebatan tersebut. Karena sebetulnya, pemilihan saham merupakan preferensi masing-masing orang, dan pandangan/analisa tiap investor, sangat mungkin berbeda satu dengan lainnya, tergantung circle of competence, profil risiko, dan seterusnya.
Thus, di artikel ini kita akan melanjutkan pembahasan dua artikel sebelumnya, yakni cara membedakan value stock dan value trap. Di mana fokus utamanya, bagaimana teman-teman dapat lebih selektif, dan menerapkan strategi yang dapat meminimalisir risiko pembelian value stock yang telah disampaikan di atas (susah naik). Yeap, bagi teman-teman yang sudah tidak sabar menunggu, mari kita mulai artikelnya:
Undervalue, are you sure?
Seth Klarman, dalam bukunya yang berjudul Margin of Safety, menyampaikan bahwa Value Investor pada dasarnya adalah seorang kontrarian (baca: melawan arus). Hal ini tidak lain dikarenakan, saham-saham yang kerap kita pilih, merupakan saham yang harganya cenderung tertekan atau dalam tren menurun akibat aksi jual pasar, sehingga valuasinya menjadi murah. Dan hal ini bisa dikarenakan berbagai macam faktor, misalnya: 1. Ketidakpopuleran, sehingga sahamnya kurang likuid. 2. Kinerjanya medioker, atau tidak stabil. 3. Berada di industri yang kurang menjanjikan. 4. Manajemennya pelit membagi dividen. Atau 5. Pasar mengetahui apa yang kita belum ketahui. And yeap, jika penulis harus memilih dari kelima poin tersebut, tentunya yang paling krusial adalah poin paling akhir. Dan ini pula, yang menjadi pekerjaan rumah terberat seorang investor, yaitu knowing what you don’t know.
Sebagai contoh, terdapat satu emiten yang baru-baru ini merilis Laporan Keuangan Q4-2020, di mana pada dokumen tersebut disampaikan bahwa kinerjanya masih sangat baik. Yakni, perusahaan berhasil meraih laba di atas 1 triliun, padahal banyak emiten lainnya menelan kerugian karena efek pandemi. Dan valuasi sahamnya sendiri, dengan PE 4x, PBV 0,4x, serta ROE 12%, sangatlah menarik. Nah, hal ini membuat penulis penasaran, kenapa perusahaan dengan kinerja yang gemilang, sahamnya begitu sulit untuk naik, dan dibandingkan harga IPO-nya sudah turun lumayan banyak.
Singkat cerita, jika teman-teman telisik kinerja emiten sejak IPO di tahun 2013, ada satu hal yang cukup membingungkan. Di mana, akumulasi arus kas operasi yang dihasilkan dari tahun 2013-2020, hanya sekitar 555 miliar. Atau cuma 9% jika kita bandingkan dengan total laba bersihnya di periode yang sama, sebesar 6,1 triliun. Well, hal ini menandakan ada ‘something wrong’ dari pengelolaan modal kerja perusahaan, yang hemat penulis bisa berujung pada financial distress.
Nah, maksud penulis adalah, apabila kita sudah mengerjakan PR masing-masing, yakni dengan menganalisa luar dalam, serta mengetahui risk and reward dari saham yang hendak kita beli. Maka berikut adalah tips-tips tambahan, yang bisa menjadi bahan pertimbangan teman pembaca, guna meminimalisir risiko lebih lanjut:
Diversification
Yeap, back to investing 101. Kita perlu kembali menerapkan yang namanya diversifikasi, tidak perlu sampai membeli puluhan atau ratusan saham, melainkan jangan sampai hanya terfokus di satu atau dua saham saja. Karena pada umumnya, value stock di bursa kita cenderung fair companies at low price. Dan kategori saham tersebut, dapat meningkatkan risiko dari analisa yang telah dibuat secara hati-hati, meleset dari kenyataan.
Thus, dengan menerapkan diversifikasi pula, kita dapat meningkatkan peluang saham yang dibeli mengalami ‘special situation‘. Contohnya seperti diakusisi, melakukan merger, distribusi dividen yang spesial, Go Private, ataupun aksi-aksi korporasi lainnya, yang pada intinya dapat menjadi katalis untuk harga sahamnya. Dan hal ini juga, yang menjadi salah satu bahan pertimbangan Benjamin Graham, mempraktikkan wide diversification.
Prospect
Strategi kedua, dalam melakukan seleksi value stock yang hendak kita masukkan ke dalam portfolio. Teman-teman juga perlu menganalisa prospek emiten yang hendak dibeli pada masa yang akan datang. Dan telisik lebih lanjut, saham-saham yang berpotensi memiliki ‘cerita’ yang berpeluang mengapresiasi saham tersebut kedepannya. Thus, ‘story‘ di sini dapat berasal dari kebijakan pemerintah, regulasi baru di industrinya, atau turnaround kinerja emiten itu sendiri.
Contohnya, apabila teman-teman rajin membaca koran di tahun 2019, cukup ramai berita bahwa OJK memiliki visi merampingkan bank di Indonesia, tepatnya menjadi hanya 58 bank saja. Dan itu artinya, akan terjadi aksi konsolidasi (merger & akuisisi) di industri perbankan. And yeap, hal ini didukung dengan berbagai peraturan OJK, yang salah satunya adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2020. Di mana pada peraturan tersebut, mewajibkan bank-bank kecil untuk meningkatkan modal inti minimumnya. Alhasil, setelah mengetahui informasi terebut, teman-teman dapat coba menganalisa bank-bank kecil terdaftar, yang mungkin saja kita menemukan hidden gems, yakni bank sehat dengan valuasi yang murah.
Contoh terbaru, misalnya pemerintah melalui Omnibus Law, menghapus PPH atas Dividen, dengan syarat tertentu. Dan kemungkinan, hal ini bisa menyebabkan emiten-emiten lebih royal membagikan dividen, di mana yang dahulunya jarang mendistribusikan dividen, bisa jadi akan mulai mempertimbangkan untuk menyisihkan sebagian laba bersihnya sebagai dividen. Well, untuk contoh-contoh lainnya, misalnya terkait potensi pabrik emiten yang akan rampung, sensitifitas harga komoditas tertentu terhadap kinerja perusahaan, dan lain sebagainya. Dapat teman-teman peroleh dari berita-berita di koran, laporan tahunan emiten, atau melakukan scuttlebutt.
Absolute and Relative Undervalue
Tips terakhir, bagi teman-teman yang hendak membeli saham undervalue namun pergerakannya cenderung sulit naik ke nilai wajarnya. Adalah dengan membeli saham tersebut, ketika sahamnya tidak hanya murah secara absolute, melainkan relatif murah dibandingkan historical-nya. Sehingga ini menjadi bantalan Margin of Safety tambahan untuk kita.
Misalnya, apabila teman-teman menganalisa pergerakan valuasi saham Panin Financial (PNLF), selama 10 tahun terakhir. Kita dapat melihat bahwa, sahamnya tidak pernah diperdagangkan pada PBV 1x. Actually, hampir pernah di tahun 2013 silam ketika perusahaan Jepang Dai-ichi Life membeli 40% saham Panin Life, namun setelah itu pergerakan paling mahalnya di range PBV 0,7-0,8x, sedangkan murahnya pada kisaran 0,2-0,3x.
Nah, karena teman-teman sudah mengetahui informasi tambahan tersebut. Maka kita dapat menerapkan strategi yang lebih konservatif lagi, yakni membeli saham PNLF ketika valuasinya relatif murah secara absolut, sekaligus masih murah jika dibandingkan dengan historical rata-ratanya. Dan sebaliknya, kita memiliki opsi untuk menjual/mengurangi porsi kepemilikan, ketika harga saham PNLF mendekati level valuasi premiumnya. Alhasil, apabila pergerakan sahamnya masih sulit naik ke nilai wajar sesungguhnya, teman-teman tetap dapat meraup keuntungan yang lumayan, tentunya dengan risiko yang juga minimal.
Kesimpulan
So yeap, di penghujung artikel ini, kita akan coba rangkum kembali secara singkat strategi-strategi di atas. Pertama, teman-teman wajib menganalisa kenapa saham tertentu bisa dihargai pada valuasi yang sedemikian murahnya, karena bisa jadi saham tersebut bukanlah value stock, melainkan memang value trap. Kedua, tetap menerapkan diversifikasi, ekstrimnya pemilik/manajemen langsung saja bisa salah menganalisa kinerja perusahaannya, apalagi investor non-pengendali. Terakhir, menerapkan strategi konservatif, yakni dengan memilih saham yang memiliki prospek, dan tidak hanya murah secara absolut, melainkan termasuk murah apabila dibandingkan dengan emiten sejenis ataupun historical-nya.
Well, mungkin teman-teman pembaca ada yang ingin menambahkan tips lainnya? π
Baik, artikelnya kita akhiri sampai di sini dulu. Mudah-mudahan teman-teman pembaca bisa mendapatkan ilmu serta wawasan yang bermanfaat, dan semoga bisa meningkatkan kinerja portofolio kita. Good luck and happy investing guys!
βWe have to practice defensive investing, since many of the outcomes are likely to go against us. Itβs more important to ensure survival under negative outcomes than it is to guarantee maximum returns under favorable ones.β
β Howard Marks