Book review

Lesson to Learn from Buffett Partnership Annual Letter – 1957

Pada usia yang masih sangat belia di tahun 1956, Warren Buffett telah membagikan wawasan dalam berinvestasi melalui surat tahunan kepada seluruh partnernya. Hal ini jauh dilakukan sebelum Buffett menjadi CEO Berkshire Hathaway yang laporan tahunannya kini menjadi bacaan wajib bagi investor saham di dunia. Yeap, yang dimaksud partner di sini adalah orang-orang yang mempercayakan sebagian kekayaannya untuk diinvestasikan pada Buffett Partnership, yang saat itu terbatas bagi anggota keluarga, kolega, beserta beberapa relasi yang percaya pada kemampuan Buffett muda.

Perlu teman-teman ketahui, bahwa berbeda dengan posisi Buffett saat ini yang mengelola aset Berkshire yang segede $1 triliun atau sekitar 15 kuadriliun rupiah. Ketika Buffett memulai Partnership-nya, dia ‘hanya’ mengelola dana sekitar $105.100, yang dengan menghitung inflasi, nilainya kini setara dengan $1,1 juta (15 miliar rupiah). Dan karena dana yang dikelolanya belum besar, maka mungkin ilmu serta pengalaman yang disampaikan pada tahunannya di Buffett Partnership, lebih kompatibel bagi kita investor ritel yang dana kelolaannya juga relatif belum terlalu besar. Maka dari itu, pada artikel yang dibuat tahun ini, penulis akan coba mengulas serta mengelaborasi tiga pelajaran penting yang dapat kita petik dari tiap-tiap laporan Buffett setiap tahunnya, yang akan kita mulai dari tahun 1957.

Oh iya, meminjam satu kutipan terkenal “Books are mirros: you only see in them what you already have inside you“. Bagi teman pembaca yang tentunya memiliki pengalaman dan latar belakang yang berbeda, apabila terdapat pandangan lain, feel free untuk memberikan komentar atau jika perlu mengoreksi coret-coretan yang akan disampaikan nanti, guna kita sama-sama belajar menjadi investor yang lebih baik lagi. Thus, untuk teman-teman yang ingin membaca langsung surat tahunan yang diulas, pada bagian bawah artikel juga tersedia dokumen yang dapat diunduh.

Okeyy, sekarang kita mulai serial artikelnya:

Key Insights from Annual Letter 1957 by Warren Buffett

1. Estimates Market Movement Valuation

Apabila teman-teman membaca penggalan kalimat pembuka laporan Buffett Partnership di atas, maka kita dapat melihat bahwa meskipun Buffett kerap mengatakan tidak pernah memprediksi pergerakan pasar. Namun demikian, Buffett tetap menganalisis nilai intrinsik pasar dengan cara memperhatikan valuasi dari perusahaan blue chip (perusahaan-perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar). Bahkan disampaikan pula, apabila benar pasar saat itu mahal, dan berpeluang terkoreksi sehingga valuasinya menjadi murah, Buffett berencana memanfaatkan sedikit pinjaman uang (yang kemungkinan dalam bentuk marjin) dalam pengelolaannya di Buffett Partnership.

Pergerakan PE IHSG 2013 – 2023. Sumber: www.stockbit.com

Thus, bagi teman-teman yang tertarik menganalisis murah-mahalnya IHSG, dapat juga melakukan sampling beberapa saham blue chip yang bukan gorengan, dengan membandingkan valuasinya saat ini dengan data historis di tahun-tahun sebelumnya. Atau untuk alternatif lainnya, kita juga dapat memanfaatkan fitur aplikasi pihak ketiga yang menyediakan data pergerakan valuasi IHSG. Misalnya penulis menggunakan data yang tersedia di stockbit untuk melihat valuasi IHSG dalam satu dekade terakhir. Di mana berdasarkan data yang ditampilkan di atas, IHSG dalam 10 tahun terakhir diperdagangkan pada valuasi rata-rata PE 23x. Kesimpulannya, jika saat ini IHSG berada di valuasi PE 15x, merupakan indikasi bahwa valuasi market masih murah.

Tetapi mungkin beberapa teman pembaca bingung, apa kegunaan kita menganalisis murah dan mahalnya pasar? Bukankah value investors menerapkan metode bottom-up, yang artinya asalkan ada saham murah terlepas kondisi marketnya bagaimana, bisa langsung kita sikat saja? Nah, jawabannya berhubungan dengan pengkategorian saham oleh Buffett saat itu, yang dinamakan:

2. General Issue Stocks Vs Work-outs Stocks

Pada bagian berikut laporan tahunannya, Buffett turut menjelaskan bahwa terdapat dua macam kategori saham pada pengelolaan Buffett Partnership. Pertama, dinamakan General Issue yang merupakan saham-saham undervalued, dan kemungkinan pada saat itu berorientasi net-net stocks ala Benjamin Graham. Kedua, bernama work-out stocks, saham yang pergerakan harganya sangat dipengaruhi oleh aksi korporasi tertentu perusahaan tersebut. Sebagai contoh dari work-out stocks adalah perusahaan-perusahaan yang melakukan merger, akuisisi, divestasi, likuidasi, tender offer, dividen, dan lain sebagainya.

Lalu, apa hubungannya dengan mengukur valuasi pasar? Perlu teman-teman ingat, bahwa sebuah saham yang undervalue bukan berarti tidak bisa turun lagi menjadi lebih murah. Umumnya, ketika terjadi koreksi pasar yang menyebabkan panic selling, entah valuasi saham tertentu mahal atau murah, biasanya tetap akan turun juga. Bahkan dalam beberapa kasus, saham murah bisa mengalami penurunan harga yang lebih dalam. Sebaliknya, untuk work-out stocks, dikarenakan pergerakannya lebih dipengaruhi oleh satu aksi korporasi tertentu, potensi keuntungannya lebih terjamin, meskipun bukan berarti bebas risiko sama sekali. Beberapa contoh, misalnya aksi tender offer PTRO pada akhir tahun 2022, di harga 3.118/lembar, tidak peduli jika harga saham PTRO terkoreksi dalam, apabila teman-teman memiliki sahamnya, maka kita dapat menjual kepada pengendali baru di harga tender offernya. Contoh lain misalnya teman-teman mengetahui bahwa laba emiten batu-bara melonjak di tahun 2022 silam, apabila setelah hitung-hitungan konservatif yield dari dividennya mencapai dua digit, kita bisa memanfaatkan untuk mengoleksi sahamnya terlebih dahulu sebelum adanya pengunguman pembagian dividen.

Pada pratiknya, Buffett menyampaikan bahwa ketika valuasi market mahal, maka strategi yang akan ditereapkah adalah meningkatkan alokasi work-outs stocks-nya. Sebaliknya, ketika valuasi market murah, maka akan ada rebalancing dengan pengurangan bobot work-outs stocks yang akan dialokasikan ke undervalued stocks. Hal inilah yang menyebabkan Buffett tetap perlu mengevaluasi mahal-murahnya pasar, guna memaksimalkan kinerja portofolio dari Buffett Partnership.

3. Growth 10% Better than DJIA

Last but not least, di mana hal ini juga sebagai reminder kita semua. Buffett Partnership, tidak pernah menjanjikan profit setiap tahunnya, apalagi profit 10% per bulan. Melainkan apa yang disampaikan Buffett adalah, bahwa dia sudah cukup puas apabila kinerja Buffett Partnership tumbuh lebih tinggi 10% dibandingkan rata-rata pertumbuhan Dow Jones Industrial Avarege. Dan iya, dengan target rasional tersebut saja Buffett membuktikan dirinya berhasil menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Ehm, by the way apa kabar orang-orang yang menawarkan investasi robot dengan janji profit 2% per hari sekarang ya? 🙂

.

Okey, sekian artikel kali ini. Semoga teman-teman pembaca mendapatkan ilmu yang bermanfaat dari tulisan di atas. Dan pada artikel berikutnya kita akan coba mengulas Annual Letter Buffett Partnership 1958. So stay tune, good luck and happy investing guys!

.

“The man who doesn’t read good books has no advantage over the man who cannot read them.” – Mark Twain

.

.

Tagged

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →