Market Insight

Property Sector: Opportunities Ahead ?

Di pertengahan tahun 2018 ini, ada dua kebijakan Bank Indonesia (BI) yang sangat berpengaruh terhadap sektor properti. Yang pertama adalah kenaikan BI Rate, which is ini adalah bad sentiment karena BI Rate yang naik akan diikuti oleh kenaikan bunga kredit. Kedua adalah pelonggaran Loan To Value (LTV), yang akan di implementasikan pada tanggal 1 agustus 2018. Pelonggaran rasio LTV ini akan mempermudah calon pembeli properti, dengan cara mengurangi Down Payment (DP) pembelian properti. Bahkan untuk pembeli rumah pertama DPnya bisa sampai 0%, (hmm jadi inget kampanye cagub-cawagub kemarin ya.. hehe..) sehingga ketika LTV ini benar-benar dijalankan, tentunya ini adalah good sentiment for sector property. So, sekarang kita ada the good news and the bad news.. is it time for buy or time to sell? Nah, sebelum menjawab pertanyaan berikut mari kita pelajari Sektor Properti terlebih dahulu:

 

Sektor properti secara bisnis, sungguh menarik. Kenapa? karena, perusahaan-perusahaan di bidang ini menjual rumah yang notabene adalah kebutuhan primer. Bagaimanapun orang pasti akan tetap membutuhkan rumah atau apartemen, baik sewa maupun beli. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang cukup besar, urbanisasi, kelahiran dan usia produktif yang terus meningkat, sektor properti dalam jangka panjang akan terus berkembang. Tetapi apakah, sektor properti selalu bagus dan bisa dibeli kapanpun? Jawabannya tidak.

Sektor properti sedikit mirip dengan sektor komoditas, yaitu bersifat cyclical. Dimana harganya dipengaruhi oleh hukum ekonomi dasar, supply and demand. Tetapi berbeda dengan sektor komoditas, perusahaan properti dapat membuat diferensiasi produk dan juga memiliki pendapatan yang bernama recurring income, so it’s similiar but totally different. Bagaimana cara menganalisa siklus dari sektor properti? Mari kita lihat gambar berikut ini:

Sumber: www.tranio.com

Ada 5 siklus dalam sektor properti itu sendiri: Expansion – Peak – Recession – Depression – Recovery (Repeat). teman-teman pasti pernah mendengar kata-kata Warren Buffett “Be fearful when others are greedy. Be greedy when others are fearful.” Yup, timing terbaik untuk membeli saham-saham murah adalah pada fase depression – recovery. Saat yang tepat untuk menjual adalah ketika terjadi booming / euphoria. Yang dikatakan Warren Buffett totally true! masalahnya adalah bagaimana kita tahu pada saat ini kita berada di fase depresi, ekspansi atau euforia? Untuk sektor properti sendiri, saya menganalisa booming properti diawali di tahun 2011, yang menyebabkan terjadinya euphoria di tahun 2013-2014. Hingga akhirnya menyebabkan bubble property di tahun 2015 (resesi). Where are we now? Saya menganalisa kita sekarang berada di fase Recovery. Analisa saya tersebut berdasarkan tiga hal:

Yang pertama adalah meningkatnya marketing sales perusahaan-perusahaan properti di Indonesia, mari kita lihat gambar dari data delapan perusahaan properti yang telah saya olah:

*dalam triliun Rupiah

Kita bisa melihat bahwa pada Q1 2018 marketing sales dari 8 perusahaan properti di Indonesia, secara rata-rata tumbuh sebesar 113% YoY. Hanya 1 perusahaan yang memiliki marketing sales yang turun, yaitu PWON. Selanjutnya pada Q2 2018, marketing sales juga masih tumbuh sebesar 51% YoY, dan hanya 2 perusahaan yang mencatatkan penurunan marketing sales. Kedepannya, marketing sales perusahaan properti masih akan terus bertumbuh ditopang oleh kebijakan LTV.

Kedua adalah bertumbuhnya saluran kredit perbankan terhadap sektor properti komersil pada umumnya.

Perkembangan Kredit Konsumsi, Flats/Apartemen, dan Ruko/Rukan secara Tahunan. Sumber: www.bi.go.id

Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), kredit properti pada triwulan I-2018 tumbuh menjadi 11,07% (YoY), dibandingkan triwulan I-2017 sebesar 9,11%. Overall, penyaluran kredit properti juga lebih tinggi dibandingkan kredit perbankan secara total yang hanya sebesar 8,1% di tahun 2017. Dari data tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa ada kenaikan demand properti di masyarakat. Selanjutnya, mari kita lanjutkan ke analisa ketiga.

Last but not least, adalah saham-saham properti sudah banyak yang salah harga! Sekarang mari kita bandingkan kinerja serta valuasi saham-saham properti di tahun 2014 (fase booming) vs 2018 (recovery):

*Price tahun 2014 menggunakan harga tertinggi pada tahun tersebut (melihat puncak optimisme pasar) *Price tahun 2018 adalah price pada saat artikel ini ditulis, tanggal 28 juli 2018

Berdasarkan data yang saya olah, pada saat ini hampir seluruh harga saham perusahaan properti mengalami penurunan cukup dalam semenjak tahun 2014. Teman-teman bisa melihat pada bagian PBV, dimana pada saat optimisme, which is tahun 2013-2014 orang-orang rela membeli perusahaan di harga 3-4x book value. Apabila kita membeli saham-saham properti di atas 4 tahun yang lalu pada harga puncaknya, maka hingga hari ini kita masih mebukukan capital loss. Sehingga, untuk sektor-sektor yang bersifat cyclical, rasanya kurang tepat apabila kita menerapkan strategi buy and hold.

Lalu apakah sekarang merupakan saat yang tepat untuk mengoleksi saham-saham di sektor properti? Saya menganalisa pada saat ini, beberapa saham di sektor properti sudah cukup undervalue dan boleh untuk dikoleksi. Well, analisa saham properti secara khusus akan saya bahas di artikel saya yang selanjutnya.. (tadinya mau disini, ternyata udh kepanjangan nulisnya.. hehe..). Last part, mari kita menilai dampak kebijakan LTV dan kenaikan BI Rate.

LTV dan BI Rate akan memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang. For the short-term, LTV adalah katalis positif yang bisa mendongkrak kinerja sektor properti (DP 0% cuy, siapa yang gamau? hehehe..). Saya menganalisa kebijakan ini (secara khusus) akan sangat membantu generasi milenial (umurnya sekitar 20-35 tahun) dimana mereka berkeinginan untuk memiliki rumah, tetapi kesulitan mengumpulkan DP karena terkendala waktu untuk mengumpulkan tabungan. Dimana apabila kita lihat data di bawah, jumlah generasi milenial di tahun 2017 mencapai 63,24 Juta Jiwa dan terus bertambah.

Source: www.katadata.co.id

 

But for the long-term, impact dari kenaikan suku bunga dan kebijakan LTV ini akan meningkatkan risiko kredit macet perbankan. Pertama BI Rate naik, tentunya akan meningkatkan bunga kredit, yang menyebabkan banyak orang yang tadinya mampu bayar bunga, jadi ga mampu. Kedua, dengan kebijakan LTV maka para kreditur tidak akan terseleksi dengan baik. Yah, kira-kira logicnya seperti ini, kumpulin DP aja ga mampu gimana mau bayar bunga sampai lunas? The Worst Scenario dari kebijakan ini pernah di alami oleh amerika pada tahun 2008, yaitu Subprime Mortgage. Untuk teman-teman yang tidak mengerti atau belum pernah mendengar krisis 2008, saya sangat merekomendasikan film The Big Short (nontonnya 2-3x biar ngerti.. hehe..).

 

In the end, saya menyimpulkan bahwa saat ini adalah timing yang tepat, dan sangat disayangkan apabila kita tidak berinvestasi di sektor properti. Berdasarkan analisa Value Investing beberapa saham di sektor properti sendiri sudah cukup murah dan menjanjikan risk & reward yang ideal untuk seorang Value Investor. Tetapi tentunya terkait pemilihan saham di sektor properti ini sendiri kita harus selektif. Saran saya, mulailah analisa perusahaan dengan reputasi dan rekam jejak yang baik, kalau perlu teman-teman datang ke lokasi proyeknya untuk melihat langsung perkembanganya. Setelah itu kita lihat kinerja keuangannya, serta bandingkan dengan kompetitor sejenisnya. Oh ya, Hindari saham properti yang gorengan ya, nanti kolestrol 🙂

 

Akhir kata, terima kasih untuk teman-teman yang telah membaca artikel saya. Semoga setelah membaca artikel ini teman-teman mendapatkan ilmu yang lebih dalam, khususnya untuk sektor properti. Saya sangat terbuka apabila teman-teman ada yang memiliki analisa tambahan terkait sektor properti, silahkan comment pada bagian kolom di bawah :). Semoga apa yang saya sampaikan disini bisa bermanfaat untuk kita semua. Mohon maap kalau ada kesalahan dalam penulisan di artikel saya ini,. Adios amigos, Goodluck and Happy Investing Guys! ?

 

 

“The stock investor is neither right or wrong because others agreed or disagreed with him; he is right because his facts and analysis are right.” – Benjamin Graham

Tagged

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →

4 thoughts on “Property Sector: Opportunities Ahead ?

  1. Sy lebih ke Asri pak .. terkait selesainya GWK dan Asri maennya ke properti mewah jadi kebijakan DP nol dan kenaikan BI rate tidak akan banyak dampaknya ke Asri ( kecuali Dev yg bangun rumah 200-300 jutaan ) …

  2. Salam Pak Zomi,

    Apa ada update mengenai pembahasan sektor properti? Which is, dengan kondisi yang kurang mendukung sampai saat ini, emiten mana yang masih memiliki kinerja terbaik dan sangat layak untuk disimpan sebagai investasi??

    Terima kasih.

    1. Salam Pak Ryan,

      Nope, tidak ada Pak. Memang berdasarkan analisa saya, sektor property masih dalam fase recovery, terutama banyak pengembang masih banyak yang wait and see sambil menunggu pilpres. Otherwise, untuk saat ini saya merekomendasikan emiten yang punya rekam jejak yang baik, valuasinya murah (karena pencatatan akuntansi umumnya historical cost, maka emiten dengan PBV < 1x sudah sangat murah) dan terakhir cari yang landbanknya masih besar. Saya pribadi menyukai salah satu emiten, yang proyeknya banyak di daerah Tangerang 🙂

Comments are closed.