Fundamental Analysis

The Nature of Commodity Business

Hello guys! kali ini saya akan membahas tentang sektor komoditas. Artikel ini terinspirasi oleh kata-kata Warren Buffett yang ditulis pada laporan tahunan Berkshire Hathaway tahun 1982 (teman-teman bisa membaca kutipannya di bagian akhir artikel ini).

Warren Buffett menyinggung mengenai nature business perusahaan komoditas. Kinerja sebuah perusahaan yang menjual komoditas sangat dipengaruhi oleh volatilitas harga komoditas tersebut, sehingga ketika harga komoditas turun maka kinerja perusahaan tersebut akan turun, begitupun sebaliknya. Sesuai dengan ilmu ekonomi dasar, harga komoditas dipengaruhi oleh 2 hal, Demand and Supply (Permintaan dan Persediaan). Mungkin teman-teman bertanya, sebenarnya apa yang mempengaruhi demand and supply commodity ? Mari kita renungkan hal di bawah ini:

Ketika harga komoditas rendah, karena kelebihan persediaan. Perusahaan-perusahaan yang menjual komoditas memiliki keuntungan yang tipis atau bahkan merugi. Sehingga perusahaan tidak menganggarkan Capital Expenditure (Capex) untuk melakukan ekspansi, bahkan ada perusahaan yang gulung tikar karena harga komoditas yang terus turun. Pada saat perusahaan tidak melakukan ekspansi, permintaan akan cenderung terus bertumbuh. Hingga suatu saat, permintaan komoditas akan melebihi persediaan yang ada, yang menyebabkan harga komoditas melonjak (booming). When the price of commodity significantly increase, perusahaan komoditas bergairah untuk menganggarkan Capex yang besar, melakukan ekspansi, akuisisi dan meningkatkan produksi, yang dalam beberapa tahun akan menyebabkan kondisi over-supply. Kelebihan persediaan akan menyebabkan harga komoditas turun dan siklus ini terus berulang.”

Apakah teman-teman setuju dengan kalimat di atas? Saya secara pribadi setuju karena hal tersebut cukup logis menjawab alasan kenaikan dan penurunan harga komoditas. Di Indonesia sendiri komoditas-komoditas yang biasa kita dengar adalah Sawit (CPO), Minyak (Oil), Batu-Bara (Coal), Nickel dan sebagainya. Kali ini saya ingin membahas secara khusus sektor batu-bara di Indonesia, bagaimana kita bisa memanfaatkan volatilitas sektor komoditas untuk meraup keuntungan yang maksimal sebagai Value Investor? So, here we go guys!

 

Berikut adalah grafik harga batu-bara dari tahun 2009 – 2018:

Source: Bloomberg Terminal

ini adalah berita-berita di awal tahun 2015-2016, ketika harga batu-bara berada di harga $50/mt:

Sedangkan ini adalah berita-berita ketika harga batu-bara berada di harga $100/mt:

 

Sepertinya sudah cukup jelas, bahwa kata-kata Warren Buffett terbukti benar dalam menganalisa perusahaan komoditas. Ketika harga batu-bara turun, beritanya cenderung negatif dimana ada pemangkasan produksi, laba yang menurun, capex yang dipangkas, dan lain-lain. Ketika harga batu-bara booming, barulah muncul berita lonjakan permintaan alat berat, peningkatan Capex, akuisisi tambang, dan lain-lain. Hmmm.. mungkin teman-teman berpikir ok, Warren benar.. then what? apa yang bisa kita manfaatkan dari naik turunnya harga komoditas? Sebelum saya jawab, mari kita lihat pergerakan saham ADRO pada saat pesimisme harga batu-bara dan optimisme harga batu-bara.

Source: Yahoo Finance

Dari gambar di atas kita bisa melihat, bahwa kita dapat membukukan keuntungan ratusan persen apabila kita membeli ADRO di harga terendahnya, which is saat pasar pesimis akan harga batu-baraNext, bagaimana kita tahu bahwa harga batu-bara sudah berada di titik rendahnya? Berikut adalah hal-hal yang menurut saya menandakan bahwa harga batu-bara sudah rendah:

  1. Ketika berita-berita yang muncul di media-media seperti televisi, koran dan sebagainya memberitakan pesimisme harga batu-bara, penurunan kinerja perusahaan dan anggaran capex yang turun dari tiap masing-masing emiten.
  2. Harga komoditas batu-bara sudah berada di bawah garis median – 25% dalam waktu 10 tahun terakhir. Pada gambar di atas median harga batu-bara berada di angka $84,35/mt, dan saya baru akan menganggap harga batu bara rendah apabila harganya berada di bawah $63/mt ($84,35/mt * 75% = $63/mt)
  3. Emiten-emiten batu-bara memiliki book value yang lebih tinggi dibandingkan harga sahamnya (PBV < 1), dikarenakan harga saham yang turun karena pesimisme harga komoditas.

Pada poin 3, mengapa saya tidak menganalisa murah dan mahalnya sebuah saham komoditas menggunakan rasio PER / PEG ? Karena volatilitas harga commodity sangat mempengaruhi laba perusahaan menyebabkan rasio PER / PEG tidak valid. Bayangkan ketika harga batu-bara di $50/mt, PER HRUM dan INDY negatif. Sehingga jika menggunakan analisa PER tentu kita sudah menghindari kedua saham tersebut. Maka menurut saya pribadi analisa yang cocok dalam menganalisa mahal murahnya suatu saham komoditas adalah PBV. Mari kita buktikan:

Berdasarkan data di atas, kita bisa melihat bahwa di tahun 2015 ada sebuah perusahaan yang extremely undervalued. Perusahaan tersebut adalah Indika Energy (INDY), Selain PBV INDY yang hanya sebesar 0,1, teman-teman bisa melihat hal yang lebih mengejutkan. Perusahaan INDY hanya dinilai 572 Miliar oleh pasar sedangkan perusahaan memiliki kas sebanyak 4,7 Triliun. Berarti dengan harga saham 110 kita membeli perusahaan senilai 572 Miliar untuk mendapatkan cash sebanyak 4,7 Triliun. Kalau kita memborong saham INDY di tahun 2015 lalu menyimpannya hingga tahun 2018, kita akan meraup keuntungan sebesar 3,150%. Hal ini yang membuat seorang Lo Kheng Hong memborong banyak saham INDY.

Selain valuasi. kita juga harus melihat kinerja perusahaannya. Jika, berdasarkan kinerja saya memilih perusahaan ITMG, karena dengan turunnya harga batu-bara ITMG masih dapat membukukan laba bersih yang tinggi. Terlihat dari GPM 22%, ROE 22%, DER 0,4x dan juga dihargai murah PBV 0,5x. Nah, tetapi tentunya keputusan pembelian kembali pada pilihan kita masing-masing, kita tidak harus mengikuti pilihan orang lain. Kita juga bisa membeli beberapa perusahaan batu-bara dengan tujuan diversifikasi, dimana semuanya juga (pada tahun 2015) berada di harga yang undervalue.

Bagaimana untuk saat ini? Apakah timing yang tepat untuk mengoleksi saham batu-bara? Well, saya pribadi menghindari sektor batu-bara untuk saat ini dikarenakan harga batu-bara yang sudah cukup tinggi (menurut saya). Tetapi ada satu sektor commodity yang cukup menarik perhatian saya :), ciri-cirinya harga komoditasnya terkoreksi belakangan ini, selain itu juga ada beberapa saham di sektor tersebut yang sudah cukup undervalue. Sektor apakah itu? Mari kita kerjakan PR kita masing-masing.. hehe 🙂

In the end saya akan merangkum hal yang dapat kita pelajari dari sektor komoditas:

  1. Perusahaan komoditas sulit untuk melakukan diferensiasi produk dengan kompetitornya, sehingga kita harus memilih perusahaan yang efisien dengan manajemen yang professional.
  2. Untuk jangka pendek harga komoditas bergerak secara unpredictable, tetapi dalam jangka panjang kita bisa memperkirakan pergerakan harganya dikarenakan nature businessnya.
  3. Value Investor bisa memanfaatkan momentum pesimisme harga komoditas dengan membeli perusahaan yang sehat di harga yang undervalue.

 

Artikelnya saya akhiri sampai disini. Terima kasih untuk teman-teman yang sudah membaca artikel saya, semoga teman-teman mendapatkan pengetahuan lebih dalam menganalisa sektor komoditas. Untuk teman-teman yang ingin menambah wawasan dalam berinvestasi, saya sangat menyarankan untuk membaca laporan tahunan yang di tulis oleh Warren Buffett and Charlie Munger. Laporan tahunannya bisa di unduh di halaman website www.berkshirehathaway.comWell, sepertinya saya sudah ngomong terlalu panjang.. hehe.. See you guys on my next article, The Living Legend – Charlie Munger. Adios, Goodluck and happy Investing Guys! ?

 

In many industries, differentiation can’t be made meaningful. A few producers in such industries may consistently do well if they have a cost advantage that is both wide and sustainable. By definition such exceptions are few and in many industries, are non-existent. For the great majority of companies selling “commodity” products, a depressing equation of business economics prevails: persistent over-capacity without administered prices (or costs) equals poor profitability.

Of course, over-capacity may eventually self-correct, either as capacity shrinks or demand expands. Unfortunately for the participants, such corrections often are long delayed. When they finally occur, the rebound to prosperity frequently produces a pervasive enthusiasm for expansion that, within a few years, again create over-capacity and new profitless environment. In other words, nothing fails like success. – Warren Buffett on Berkshire Hathaway inc. Shareholders Letter 1982

Tagged

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →

5 thoughts on “The Nature of Commodity Business

  1. Terima kasih untuk sharing artikelnya pak zomi.. sangat bermanfaat..

    Pandangan pak zomi ke saham bumi gmn pak?

    1. thanks pak pandi,

      untuk pertanyaannya, alasan saya tidak memasukan BUMI ke dalam watchlist saya:
      1. berdasarkan pandangan pribadi, saya kurang cocok dengan manajemen BUMI
      2. banyak corp. action yang sulit di pahami banyak investor retail

      semoga menjawab pak, kebetulan ada 1 quote bagus dari Warren Buffett yang mungkin berhubungan dengan jawaban saya,

      I don’t look to jump over 7-foot bars: I look around for 1-foot bars that i can step over. – Warren Buffett

  2. Pak, untuk artikel selanjutnya kapan di share lagi? Pak, sekarang nilai tukar rupiah kan sedang lesu, pemerintah kmrin sempat menaikan acuan suku bunga BI, ini lumayan ngaruh ke saham ga pak? trs kita sbgai investor langkah yg tepat untuk kondisi sekarang hold, buy, atau sell pak?

    1. kira-kira 2 minggu lagi pak,

      tentu pelemahan mata uang mempengaruhi pergerakan saham:
      1. banyak saham dirugikan karena pelemahan mata uang. contohnya perusahaan yang banyak berhutang dengan denominasi dollar, perusahaan yang produknya membutuhkan bahan baku impor dari luar
      2. Tetapi juga ada beberapa saham yang diuntungkan karena pelemahan mata uang ini. contohnya perusahaan yang produk dan bahan bakunya dibuat di Indonesia, lalu di export keluar.

      Sebagai Value Investor, kita bisa memanfaatkan koreksi – volatilitas market dengan mengoleksi saham-saham dengan fundamental bagus di harga yang murah..

      semoga membantu pak 🙂

Comments are closed.