Life as a Value Investor

The Living Legend – Charlie Munger

Howard Buffett, anak dari Warren Buffett pernah mengatakan bahwa “My father is the second smartest person I know.” Ketika ditanya lebih lanjut, siapakah yang pertama? Jawabannya adalah Charlie Munger is the first. Di artikel kali ini saya ingin membahas mengenai Charlie Munger, kita akan mencoba mengenalnya lebih dalam dan mempelajari filosofi-filosofinya dalam kehidupan serta berinvestasi. So, siapa sih Charlie Munger?

Charlie Thomas Munger adalah seorang Investor, Philantropist dan Vice Chairman Berkshire Hathaway. Bisa dikatakan bahwa Charlie adalah orang kedua terpenting dalam kesuksesan Berkshire. Charlie memulai pendidikannya dengan mengambil Master di bidang hukum sekolah Harvard Law School dan lulus dengan predikat Magna Cum Laude. Selanjutnya ia memulai karirnya dengan menjalankan Firma Hukum, hingga akhirnya Buffett menyuruhnya berhenti menjalankan firma hukumnya. “The best advice I ever got from Warren was to stop practicing law,” ucap Charlie. “He thought it was all right as a hobby, but as a business it was pretty stupid.”

Pada tahun 1962, Charlie memulai kemitraan investasinya sendiri seperti Buffett Partnership. Kemitraan investasinya menghasilkan return tahunan sebesar 19,8% selama periode 1962-1975, mengalahkan indeks Dow Jones yang hanya memiliki return tahunan sebesar 5%. Saya bisa mengatakan bahwa mengalahkan Indeks Dow Jones dengan average 14,8% setiap tahunnya adalah pencapaian yang luar biasa. Mari kita pelajari filosofi-filosofi Charlie dalam berinvestasi dan kehidupan:

 

1) A great business at a fair price is superior to a fair business at a great price

Charlie mengatakan bahwa lebih baik membeli perusahaan yang bagus di harga yang wajar, dari pada membeli perusahaan yang biasa-biasa saja di harga yang murah. Maksudnya bagaimana? Mari kita lihat contoh berikut ini:

Andaikan kita berinvestasi di 2 perusahaan BUMN yaitu Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan Garuda Indonesia (GIAA) pada tahun 2013 – 2018.

Di tahun 2013, BBRI diperdagangkan di PBV 2,23x vs GIAA PBV 0,83x. Berdasarkan analisa PBV mungkin kita lebih memilih perusahaan GIAA di tahun 2013. Imbal hasil ketika kita menginvestasikan uang kita dari tahun 2013 – 2018 (5 tahun) di 2 perusahaan tersebut, BBRI dan GIAA akan memberikan return masing-masing sebesar 132,7% dan -51,2%. GIAA yang memiliki valuasi lebih murah yaitu PBV 0,83x, nyatanya memiliki imbal hasil yang negatif dimana harga sahamnya terus menurun. Berbeda dengan BBRI, walaupun diperdagangkan di PBV 2,23x (which is secara value lebih mahal) harga sahamnya malah terus naik.

Bagaimana perusahaan yang sama-sama terkenal, memiliki imbal hasil yang sangat jauh berbeda? Jawabannya adalah karena “bisnisnya.” Bisnis perbankan di Indonesia sungguh menarik, hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan-perusahaan asing yang mengakuisisi perusahaan Bank di Indonesia. Apa yang membuat asing begitu bergairah mengakuisisi perbankan Indonesia? Jawabannya adalah karena Net Interest Margin (NIM) Perbankan di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di dunia! apabila negara lain memiliki NIM sekitar 1-3%, Indonesia memiliki NIM 5-7%. Tentunya hal tersebut juga didukung Indonesia sebagai negara berkembang, yang memiliki pertumbuhan penduduk tinggi which is fresh market untuk prospek kedepannya.

Berbeda dengan bisnis penerbangan, GIAA memiliki beberapa kekurangan dalam bisnisnya sebagai maskapai kelas menengah ke atas. Saya melihat ada 3 kekurangan dalam bisnisnya:

  1. Tingginya kompetisi dalam dunia penerbangan, terutama persaingan melawan low-cost airlines seperti Air Asia, Lion Air dan sebagainya. Simple logic, teman-teman lebih pilih ke bali naik AirAsia 400ribu atau naik Garuda 1 juta? 🙂
  2. Harga komoditas minyak yang tinggi. Bahkan ketika harga minyak berada di titik terendahnya, GIAA terkadang masih membukukan kerugian. Hal ini banyak membuat investor khawatir, bagaimana kinerja perusahaan ketika minyak berada di harga puncaknya.
  3. Inefficient management. Cukup perhatikan laporan keuangan GIAA yang tidak stabil dan kebijakan-kebijakan seperti Right Issue dan Private Placement yang pernah dilakukan GIAA based on historical.

So, kalau harus memilih tentunya saya lebih memilih BBRI, dan kalau bisa di harga yang murah or at least wajar.. hehe.. berikut adalah tambahan quote Charlie mengenai bisnis baik dan buruk “The difference between a good business and a bad business is that, good business throw up one easy decision after another. The bad businesses throw up painful decisions time after time”.

 

2) If you’re not willing to react with equanimity to a market price decline of 50% two or three times a century, you are not fit to be a common shareholders

Sepuluh tahun yang lalu tepatnya tahun 2008, Indonesia terkena imbas krisis global dari Amerika. Imbas krisis subprime-mortgage menyebabkan Panic Selling terhadap investor-trader di Indonesia, sehingga IHSG anjlok sedalam 50,6% di tahun tersebut. Satu tahun pasca krisis, IHSG rebound 86,9% di tahun 2009 dan dilanjutkan kenaikan 46,1% di tahun 2010. Bayangkan apabila kita menyerah (cut loss) di tahun 2008, kita akan kehilangan separuh nilai kekayaan kita. Tetapi apabila kita bisa bertahan dan membeli saham di masa krisis, maka kita akan meraup keuntungan yang sangat besar sekali dalam waktu 2 tahun. Hal inilah yang menyebabkan bahwa sebagai Investor kita harus bisa mengendalikan emosi kita. Tidak ada yang bisa memprediksi secara pasti kapan akan terjadi krisis selanjutnya, sooner or later when it happens ini adalah solusi yang saya pelajari dari Warren Buffett:

  1. Pilih perusahaan-perusahaan yang memiliki fundamental bisnis yang baik dan hindari perusahaan yang menggunakan financial leverage terlalu tinggi. Sehingga kecil kemungkinan perusahaan tersebut untuk collapse.
  2. Selalu siapkan cash 10-20% dari portofolio yang kita punya. Sehingga ketika marketnya drop cukup dalam anda memiliki amunisi untuk membeli perusahaan-perusahaan berfundamental outstanding di harga yang extremely attractive.

 

3) In my whole life, I haven’t seen no wise people who didn’t read all the time, — None, zero

koleksi buku penulis

Last but not least, adalah tentang betapa pentingnya sebagai investor membaca. Mari kita lihat kebiasaan membaca dari orang-orang sukses:

  1. Charlie mengklaim bahwa orang-orang memanggilnya dengan sebutan buku yang memiliki lengan dan kaki.
  2. Warren Buffett memiliki kebiasaan membaca yang cukup extreme, dimana beliau membaca 600-1000 halaman per hari ketika memulai karirnya berinvestasi. Pada saat ini Warren menghabiskan sekitar 80% waktunya hanya untuk membaca.
  3. Bill Gates membaca sekitar 50 buku dalam setahun, atau sekitar 1 buku per minggu.
  4. Lo Kheng Hong memiliki rutinitas RTI, yaitu Reading – Thinking – Invest. Kenapa beliau memulainya dengan Reading? bukan Invest – Thinking – Reading? Jawabannya adalah karena membaca adalah bagian terpenting guna menambah knowledge kita dalam berinvestasi.

Mungkin teman-teman bertanya, apa yang harus kita baca untuk menjadi seorang Value Investor yang sukses?

  • Koran: Kontan, Bisnis Indonesia, Daily Investor dan Kompas. Charlie selalu membaca beberapa koran sebelum memulai aktifitas, setiap harinya.
  • Buku-buku yang mengulas tentang bisnis, analisa fundamental, biografi tokoh-tokoh sukses dan juga self-improvement.
  • Membaca Laporan Keuangan, Laporan Tahunan dan Materi Public Expose perusahaan.
  • Surat, Artikel dan Majalah, yang membahas mengenai analisa fundamental khususnya Value Investing.

Saya kerap mendengar banyak sekali investor-investor yang mengatakan bahwa mereka tidak suka membaca. Menurut saya, tidak ada jalan pintas menuju kesuksesan. Kita wajib untuk mengerjakan pekerjaan rumah kita masing-masing, yang dimana salah satu pekerjaan tersebut adalah membaca. Sehingga mau tidak mau, kita harus mau untuk membaca dan suka tidak suka, kita harus belajar menyukai membaca. Saran saya untuk teman-teman yang belum pernah membaca, mulailah membuat resolusi untuk membaca satu buku saja dalam waktu satu tahun. Mulai berlangganan satu koran setiap harinya (bayar buat 1 tahun, biar komitmen supaya rajin baca koran hehehe..). Rutin menganalisa perusahaan-perusahaan di BEI, terutama perusahaan yang kita miliki dalam portofolio.

Saya pribadi, biasanya menyiapkan waktu luang untuk membaca buku setiap harinya, dimana target saya dalam setahun adalah membaca minimal 25 buku (which is sekitar 2 buku sebulan). Untuk koran saya berusaha at least membaca 2 koran setiap harinya, yaitu Kontan dan Bisnis Indonesia. Setiap 3 bulan sekali ketika perusahaan-perusahaan BEI merilis laporan keuangannya, saya akan menganalisanya dan mencoba untuk mempelajarinya. Well, dengan aktifitas membaca saya saat ini, saya merasa masih tertinggal jauh dibandingkan Pak LKH ataupun seorang Warren Buffett. Karena itu saya terus mencoba untuk meningkatkan fokus dan intensitas membaca saya.

 

Wah, sepertinya sudah cukup panjang saya membahas mengenai filosofi seorang Charlie Munger. Artikelnya akan saya akhiri sampai disini. Untuk teman-teman yang telah menjadi pembaca setia, saya mengucapkan terima kasih banyak. Semoga artikel-artikel yang saya tulis disini bisa bermanfaat untuk kita semua. Next saya akan menganalisa salah satu Unpopular Value Stock in Indonesia, saham apakah itu? Tunggu artikel saya selanjutnya 🙂 In the end, mohon maap kalau ada salah kata. Adios, Goodluck and Happy Investing Guys! ?

 

“Spend each day trying to be a little wiser, than you were when you woke up. Discharge your duties faithfully and well. Slug it out one inch at a time, day by day. At the end of the day — if you live long enough — most people get what they deserve.” – Charlie Munger

Tagged ,

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →

8 thoughts on “The Living Legend – Charlie Munger

  1. Kak, artikel2 nya mudah di mengerti buat investor pemula seperti saya. Bagus bgt kak, sering2 post ya.

  2. Inspiring, terima kasih artikelnya mas zomi.
    Btw, grafiknya pake apa ya mas? Baru lihat soalnya.

Comments are closed.