Fundamental Analysis

Step #2 Analisa Fundamental – Financial Leverage

Teman pembaca bisa langsung praktik dalam setiap artikel analisis Fundamental, dengan mengikuti langkah-langkah berikut:

  • Masuk ke website www.idx.co.id
  • Pilih perusahaan tercatat lalu klik Laporan Keuangan & Laporan Tahunan
  • Masukan kode perusahaan, tahun dan periode
  • Klik tombol cari dan open pdf

Untuk artikel kali ini penulis ingin menganalisa 1 perusahaan, TLKM (Telekomunikasi Indonesia) menggunakan Laporan Keuangan Kuartal III tahun 2016. Kebetulan hingga hari ini tanggal 13 Maret 2017, Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan perusahaan TLKM untuk tahun 2017 belum keluar. Sehingga artikel ini menggunakan data Laporan Keuangan Kuartal III tahun 2016.


 

Kriteria #2 Good Debt !

Halo teman-teman semuanya 🙂 Well, setelah sebelumnya di analisa fundamental yang pertama, kita melihat Profit dari sebuah perusahaan selanjutnya di artikel kedua ini kita akan melihat Hutang sebuah perusahaan. Hutang sebuah perusahaan sendiri secara umum dibagi menjadi 2 yaitu hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang.

Oke, Saya mau tanya siapa yang berpikir kalo hutang perusahaan itu buruk? nah menurut saya sendiri hutang itu tidak selalu buruk, namun sebaliknya hutang wajar yang digunakan dengan bijak justru bermanfaat. Saya akan beri contoh:

Sebuah perusahaan textile memiliki  aset 1 Milyar  untuk produksi 100.000 pakaian setiap tahunnya dan mendapatkan laba bersih sebesar 500 Juta. Selanjutnya perusahaan tersebut mendapatkan permintaan tambahan untuk memproduksi 200.000 pakaian / tahun untuk pasar di Indonesia. Sedangkan kapasitas produksi perusahaan hanya bisa 100.000 pakaian / tahun, karena itu untuk bisa memproduksi 200.000 pakaian / tahun, perusahaan membutuhkan modal usaha tambahan sebesar 1 Milyar untuk pemebelian mesin, penambahan tenaga kerja dan lain-lain.

Oke sekarang mari kita lihat 2 skenario apabila perusahaan textile tersebut tidak berhutang dan berhutang.

  • Skenario 1 (Tidak berhutang): perusahaan textile tersebut tidak akan berkembang dan hanya memiliki labar bersih sebesar 500 juta saja setiap tahunnya seperti sedia kala.
  • Skenario 2 (Berhutang): perusahaan textile tersebut berhutang dan mendapatkan modal tambahan dalam bentuk hutang sebesar 1 Milyar dengan bunga 20% pertahun dalam jangka waktu 2 tahun. Dengan modal tambahan tersebut perusahaan bisa memproduksi lebih banyak pakaian sehingga laba perusahaan meningkat menjadi 1 Milyar. Laba tersebut lalu dipotong bunga pinjaman sebesar 20% per tahun = 20% x 1 Milyar = 200 juta + beban pokok 500 juta. Sehingga laba bersih perusahaan menjadi 1 Milyar – 700 Juta = 300 juta (untuk tahun 1 dan 2). Tahun ketiga perusahaan tidak perlu membayar hutang karena sudah lunas, sehingga laba bersih menjadi sebesar 1 Milyar.

Jika kita bandingkan dengan tabel laba perusahaan selama 5 tahun kedepan kira-kira seperti ini:

hasilnya adalah dengan skenario mengambil hutang, perusahaan textile tersebut dapat meningkatkan produksi sehingga perusahaannya bertumbuh dan mencetak laba lebih besar di masa yang akan datang.

 

Ok, saya udah menjelaskan efek positif hutang, tetapi perusahaan yang memiliki hutang terlalu besar juga tidak baik secara fundamental. So, bagaimana cara melihat kewajaran hutang sebuah perusahaan? berikut adalah analisanya:

 

DER (Debt to Equity Ratio) < 1

DER = Total Liabilities / Total Equity

Kriteria dalam menilai hutang sebuah perusahaan adalah dengan melihat Debt to Equity Ratio (DER). DER dengan angka dibawah 1 atau 100% berarti bahwa perusahaan memiliki hutang yang lebih kecil dari modal (ekuitas) yang dimilikinya. Dengan hutang yang wajar sebuah perusahaan lebih kebal terhadap faktor-faktor eksternal, seperti kenaikan suku bunga dan krisis.

Perusahaan dengan DER > 1  berati perusahaan terlalu agresif dalam berhutang. Hutang yang besar akan menimbulkan beban berupa bunga yang akan memangkas laba. Ada 3 masalah dalam hutang yang terlalu besar:

  1. Pertama, apabila daya beli masyarakat turun atau ekonomi sedang tidak berjalan dengan baik maka pendapatan perusahaan akan berkurang dan manajemen harus bekerja mati-matian untuk membayar bunga hutang ataupun pokoknya.
  2. Masalah kedua adalah apabila suku bunga acuan naik, maka bunga kredit pun ikut naik. Umumnya banyak perusahaan-perusahaan default pada era kenaikan suku bunga acuan.
  3. Ketiga adalah apabila bentuk hutang perusahaan dalam dollar dan pendapatan perusahaan dalam rupiah. Ketika rupiah melemah terhadap dollar, bunga serta nilai hutang perusahaan dapat meningkat secara signifikan.

Sekarang kita melihat laporan keuangan dari perusahaan Telekomunikasi Indonesia (TLKM):

Jika kita melihat laporan keuangan TLKM, kita mendapatkan data:

  • Jumlah Ekuitas yang dapat didistribusikan kepada pemilik entitas induk – bersih = 83.619
  • Jumlah Liabilitas = 75.111

Untuk langkah selanjutnya kita juga perlu memperhatikan, kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya. Caranya bagaimana ? here we go !

 

4x Net Profit > Long-Term Debt

Langkah kedua menilai hutang sebuah perusahaan apakah konservatif atau tidak adalah membandingkan hutang jangka panjang dengan laba bersih perusahaan tersebut. Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang bisa melunasi hutang jangka panjangnya dalam waktu 4 tahun atau kurang. Mari kita lihat laporan keuangan TLKM:

data yang didapat dari LK kuartal III TLKM:

  • Laba Bersih = 14.732 x 4/3 = 19.649 (angka 4/3 karena menggunakan laporan keuangan kuartal 3, dan kita harus menyetahunkan laba bersihnya)
  • Liabilitas Jangka Panjang = 34.319

dari data di atas kita dapat menyimpulkan bahwa dengan laba bersihnya, TLKM bisa melunasi hutang jangka panjangnya kurang dari 2 tahun.

Dengan menggunakan rasio DER dan membandingkan hutang jangka panjang vs laba TLKM, maka saya dapat menyimpulkan bahwa pada saat ini hutang TLKM masih sangat wajar dan konservatif.

 

Dalam menganalisa rasio hutang seperti Debt to Equity Ratio, sebaiknya kita membandingkan perusahaan dalam industri yang sejenis. Karena tidak semua industri applicable untuk kriteria good debt yang saya bahas ini, kita harus menggali lebih dalam tentang hutang perusahaan terutama dalam industri Properti, Perbankan, Perkreditan dan Konstruksi. Penyebabnya adalah bisnis dari masing-masing industri memiliki karakteristik yang berbeda. Untuk analisa industri, saya akan membuat artikel khusus sendiri kedepannya. Semoga teman-teman mendapatkan ilmu dari artikel ini. Sampai jumpa dalam artikel berikutnya ! Happy Investing 🙂

 

“I do not like debt and do not like to invest in companies that have too much debt, particularly long-term debt. With long-term debt, increases in interest rates can drastically affect company profits and make future cash flows less predictable.“ – Warren Buffett

Tagged

About Zomi Wijaya

Fundamentalist, Value Investor
View all posts by Zomi Wijaya →

10 thoughts on “Step #2 Analisa Fundamental – Financial Leverage

  1. pada perhitungan DER = Total Liabilities / Total Equity, mohon sarannya mengapa menggunakan Ekuitas yang dapat didistribusikan kepada pemilik entitas induk – bersih (bukan total ekuitas)?

    1. Karena Ekuitas yang dapat didistribusikan kepada pemilik entitas induk adalah ekutias yang benar-benar dimiliki oleh perusahaan tersebut.

      Contohnya seperti ini *Misal:
      BNI memiliki anak usaha BNI Life yang persentasi kepemilikannya sebesar 70%.

      Ekutias BNI Life sebesar 1 Milyar, maka ekuitas yang benar-benar milik BNI adalah sebesar 700 juta sisanya 300 juta tidak dimiliki oleh BNI

      700 juta inilah yang dicatat sebagai ekuitas yang dapat didistribusikan kepada pemilik entitas induk.

  2. saya blum paham teori cara hitungnya pak. laba bersih di kali 4/3 mohon pencerahan nya. terimakasih

  3. saya blum paham teori cara hitungnya pak. laba bersih di kali 4/3 mohon pencerahan nya. terimakasih pak..

    1. Salam Pak Juki,

      Sebelumnya saya ingin menyampaikan bahwa seluruh perusahaan di BEI wajib menyampaikan laporan keuangan setiap kuartal, dengan estimasi jadwal sebagai berikut:
      – LK Q1 umumnya terbit pada bulan April
      – LK Q2 umumnya terbit pada bulan Juli
      – LK Q3 umumnya terbit pada bulan Oktober
      – LK Q4 (tahunan) karena proses audit, biasanya terbit pada bulan Februari – Maret

      Khusus Q1-Q3 kita mencoba untuk mengestimasi laba perusahaan untuk setahun penuh, caranya dengan menyetahunkan laba.
      Pada Q1, labanya dikalikan 4
      Pada Q2, labanya dikalikan 2
      Pada Q3, labanya dikalikan 4 lalu di bagi 3
      Sedangkan pada Q4 kita tidak perlu mengalikannya lagi, karena sudah mencerminkan setahun penuh.

      semoga bermanfaat,

  4. Salam Pak Zomi,

    Saya pernah membaca annual report dari salah satu bank swasta, pada laporan tsb DPK (dana pihak ketiga) itu penempatan nya pada kolom liabilitas.. sehingga perhitungan DER nya sangat amat tinggi..

    Pertanyaan saya untuk sektor perbankan, apakah DPK itu kategori hutang yang baik atau kurang baik? kalau itu masuk kategori hutang baik lalu bagaimana cara kita menghitung DER yang lebih tepat?

    Terima kasih

    1. Salam pak Yulius,

      DPK merupakan hutang yang baik, asalkan nilainya wajar dan bank bisa mengelola DPK tersebut menjadi aset produktif (kredit yang disalurkan), sehingga menghasilkan laba untuk perusahaan.
      Rule of thumb untuk industrik perbankan, DER jangan sampai > 10x. Karena itu artinya jika 10% saja, aset bank tersebut ada masalah, modalnya akan tersapu habis.

      Semoga membantu,

  5. Terima kasih banyak pak karena tulisan bapak sangat membantu
    Ada hal yang ingin saya tanyakan pak untuk rumus “penyetahunan” yang bapak jabarkan Apakah hanya berlaku untuk laba saja dan rasio-rasio yang menggunakan laba dalam perhitungannya atau berlaku juga untuk penyetahunan rasio-rasio lain?
    Sekali lagi Terima kasih pak

Comments are closed.