Cikal bakal Ramayana dimulai pada tahun 1974. Di mana pendiri perusahaan, Paulus Tumewu, bersama Tan Lee Chuan istrinya, dan kerabatnya Agus Makmur memulai bisnis pakaian bernama Ramayana Fashion Store di Jalan Sabang, Jakarta Pusat. Berselang empat tahun, suksesnya Ramayana Fashion Store pertama, menjadi stimulus pendiri untuk membuka gerai keduanya di Blok M, Jakarta. Dan barulah pada tahun 1983 Ramayana mengukuhkan dirinya sebagai entitas resmi bernama PT. Ramayana Lestari Sentosa (RALS).
Kini, RALS merupakan salah satu operator department store terbesar di Indonesia, khususnya untuk segmen menengah ke bawah. Di mana per Maret 2024, perusahaan mengoperasikan 101 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia. Dan proses perusahaan menjadi sebesar sekarang, tidak selalu berjalan mulus. Melainkan perlu melalui berbagai macam goncangan, misalnya seperti perlambatan ekonomi, penjarahan yang pernah terjadi di tahun 1998, hingga yang terbaru adalah merebaknya virus Covid-19 yang efeknya masih dapat dirasakan hingga kini.
Nah, bagi teman-teman yang memperhatikan saham RALS. Kita dapat melihat bahwa harga saham perseroan mengalami penurunan yang sangat signifikan, dari level tertingginya @1.875 (2019), menurun ke @412 (-78%). Atau dengan kata lain, harganya saat ini telah menyerupai level terendahnya di tahun 2020 ketika pandemi berlangsung.
And yeap, penurunan saham RALS yang sedemikian dalam, cukup terjelaskan dengan kinerja operasionalnya yang juga terus menurun. Misalkan pendapatan perseroan yang pernah menyentuh 6 triliun di tahun 2013, turun separuh menjadi 2,7 triliun di tahun 2023. Begitupun dengan labanya, relatif tidak bergerak kemana-mana, dari titik tertingginya 649 miliar di tahun 2019, turun menjadi 300 miliar di tahun 2023. Alhasil, pasar turut menghargai saham perseroan di valuasi yang lebih rendah. Lantas apa yang menyebabkan kinerja perusahaan turun? Hemat penulis, terdapat dua faktor yang menyebabkan penurunan kinerja perseroan, yakni faktor internal dan faktor eksternal.
Terkait faktor internal. Berdasarkan data yang ditampilkan di atas, teman-teman dapat melihat bahwa pendapatan RALS dibagi menjadi dua segmen: 1. Segmen Fashion (gerai ramayana) dan 2. Segmen Groceries (gerai robinson). Teruntuk segmen fashion, kita dapat menyimpulkan bahwa sejak tahun 2011 segmen ini membukukan kinerja yang sangat baik, sempet merugi di tahun 2020 tapi terjelaskan dengan banyaknya gerai yang harus tutup karena PSBB/PPKM. Namun demikian, berbeda halnya dengan segmen groceries, yang hanya membukukan keuntungan dua tahun di periode 2011 – 2023, itupun dengan keuntungan yang relatif kecil. Dan dengan pendapatan segmen groceries yang turun dari 2,2 triliun tahun 2011 menjadi 609 miliar di tahun 2023, mempersulit peluang segmen ini untuk membukukan keuntungan.
Nah, berdasarkan pengakuan manajemen. Kerugian segmen groceries dengan brand Robinson ini, salah satunya disebabkan karena kebijakan pemerintah yang mengharuskan perusahaan agar menjual beberapa bahan pokok seperti beras atau minyak goreng di harga eceran tertingginya, meskipun katakanlah modal perusahaan sejatinya di atas itu, alias harus jual rugi. Lebih dari itu, kita juga dapat melihat bahwa persaingan gerai modern memang cukup ketat, menjamurnya minimarket dan tren belanja online, sangat mempengaruhi segmen ini. Sehingga penulis berpendapat, akan jauh lebih menguntungkan apabila dari 72 gerai Robinson saat ini, sebagian yang lahannya menyewa bisa secara selektif dikurangi secara bertahap. Sedangkan untuk gerai yang dimiliki sendiri oleh RALS, dapat dialih fungsikan atau disewakan kepada tenant lainnya. Alhasil, manajemen RALS dapat fokus di segmen fashion, yang terbukti menguntungkan.
Sedangkan dari faktor eksternal yang menyebabkan kinerja RALS turun, dapat dikatakan perseroan mendapat serangan bertubi-tubi dari perubahan perilaku konsumen dan daya beli masyarakat yang tergerus inflasi. Menurut data BPS di atas, teman pembaca dapat mencermati bahwa terdapat perubahan pola pengeluaran per kapita masyarkat Indonesia. Di mana terjadi kenaikan pengeluaran untuk komoditas berbasis makanan (umbi-umbian, daging, dan minyak). Sedangkan untuk komoditas bukan makanan terdapat peningkatan di bagian Pajak, tetapi pengeluaran pakaian, alas kaki dan tutup kepala yang berhubungan langsung dengan RALS terus menurun sejak tahun 2020 (-0,6% CAGR). Hal ini tidak lain dikarenakan adanya realokasi anggaran masyarakat, yang lebih mengutamakan kebutuhan pokoknya terlebih dahulu, dan sisanya baru untuk kebutuhan lainnya.
Hal inipun turut disampaikan oleh manajemen RALS ketika Public Expose 14 Juni 2024 kemarin, yakni tahun 2024 masih menjadi tahun yang menantang. Di mana dinamika pasar, seperti efek kenaikan harga beras, translasi kenaikan BBM bersubsidi yang masih berefek hingga kini, maraknya konsumsi masyarakat menengah ke bawah untuk judi online, hingga impor pakaian ilegal, akan berpengaruh terhadap kinerja perseroan. Well, menghadapi rintangan tersebut, manajemen perusahaan sempat menyatakan bahwa terdapat berbagai macam inisiatif strategi yang akan dilakukan, misalnya terus mengembangkan penjualan ke segmen masyarakat menengah ke atas dengan pembukaan gerai city plaza (tempat belanja, sekaligus disediakan wahana hiburan dan tempat makan minum), relokasi gera-gerai, penggunaan space yang lebih efektif, marketing online, dan terus melakukan efisiensi biaya secara ketat.
Yeap, dalam hal ini, manajamen bisa menyampaikan apa saja mengenai strategi perusahaan. Tapi jujur, penulis tidak berharap banyak kinerja perusahaan bisa segera pulih, karena memang kondisi ekonomi yang kelihatannya belum kondusif. Namun demikian, valuasi perusahaan saat ini cukup menarik. Di mana berdasarkan laporan keuangan audit RALS tahun 2023, perusahaan memiliki rangkuman aset seperti berikut:
- Aset: 4,9 Triliun
- Liabilitas: 1,3 triliun
- Ekuitas: 3,6 Triliun
- Kas & setara kas: 2,6 triliun (kas 1,2 triliun + investasi 1,4 triliun)
- Laba: 300 miliar
Menggunakan jumlah saham beredar sebanyak 6 miliar lembar (7,1 miliar beredar – 1,1 miliar yang telah dibuyback), membuat nilai kapitalisasi pasar RALS di harga @412 sebesar 2,5 triliun (412 x 6 miliar). Alhasil rasio PER-nya 8,3x dan PBV 0,7x, serta kapitalisasi pasar yang sudah berada di bawah nilai kas dan setara kas perseroan. Lebih dari itu, RALS juga tidak memiliki hutang berbunga. Dan sebagai pemanis tambahan, nilai tanah yang dicatat perusahaan seluruhnya masih menggunakan harga perolehan 366 miliar, berbanding nilai wajar berdasarkan NJOP sebesar 1,1 triliun.
Okey, sekarang berapa nilai intrinsik RALS ini sebetulnya?
Pertama, apabila teman pembaca ingin menghitung dengan ekstra konservatif, yaitu hanya memperhitungkan kas perusahaan saja, maka nilai wajar RALS berada di kisaran kapitalisasi pasar 3 triliun (kas & setara kas + saham treasuri). Kedua, jika kita mengasumsikan laba perusahaan bisa tumbuh sesuai target manajemen tahun ini di 315 miliar, maka dengan PE 10x nilai wajarnya sekitar nilai kapitalisasi 3,15 triliun. Terakhir, seandainya ingin lebih agresif, katakanlah teman-teman cukup yakin RALS bisa segera turnaround labanya melesat dalam beberapa tahun mendatang, kita bisa menargetkan valuasinya di PBV 1,5x (kapitalisasi pasar 5,5 triliun), yakni rata-rata valuasi historisnya 10 tahun terakhir.
Dengan demikian, jangkauan valuasi RALS berkisar antara 3 triliun – 5,5 triliun, ekuivalen PBV 0,8x – 1,5x. Nah, jarak yang cukup lebar ini, sebetulnya tergantung keyakinan kita terhadap kinerja perseroan di masa yang akan datang. Spekulasi penulis, dengan kondisi ekonomi saat ini kinerja RALS masih akan sulit untuk menyamai level pra-pandemi. Di mana pemerintah juga masih berencana menaikan Pajak Penjualan (PPN) menjadi 12% di tahun depan, yang pastinya akan mempengaruhi daya beli masyarakat, khususnya segmen menengah ke bawah. Akan tetapi bagi teman-teman yang tertarik atau mungkin telah berinvestasi di RALS, harusnya hanya soal waktu saja kapan perusahaan dapat memulihkan kinerjanya. Dan sambil menunggu, manajemen juga rutin melakukan aksi-aksi korporasi yang pro kepada pemegang saham seperti buyback shares, efisiensi operasional, hingga pembagian dividen rutin dengan yield di atas rata-rata. So, bagaimana pandangan teman-teman?
.
Okey, artikelnya kita akhiri sampai di sini. Semoga teman pembaca mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Good luck and happy investing always guys!
.
“We continue to concentrate our investments in a very few companies that we try to understand well. There are only a handful of businesses about which we have strong long-term convictions. Therefore, when we find such a business, we want to participate in a meaningful way. We agree with Mae West: ‘Too much of a good thing can be wonderful.'” – Warren Buffett